Monday, November 10, 2008

Oil Palm Farmers Can No Longer Afford Fertilizer

Monday, 10 November, 2008 | 14:46 WIB

TEMPO Interactive, Jambi: Oil palm farmers in Jambi cannot afford to buy fertilizer anymore due to the drop in oil palm prices and the rise in fertilizer prices.

“We are having a hard time,” Amirullah, 46, a farmer from Mundungdarat village, Muarosebo sub-district, Muarojambi district, Jambi, told Tempo yesterday (6/11).

“Sadly, many owners are reluctant to manage their oil palm plantations,” said Amirullah.

The selling price of oil palm fresh fruit bunches is only Rp300-400 per kilogram while it was twice that before the global economic crisis.

The price for 25 kilograms of fertilizer was Rp75,000 but it is now Rp250,000.

“So, 50 kilograms of Mahkota fertilizer can cost as much as Rp600,000,” he said.

Amirullah explained that last year farmers can make Rp18 million by producing ten tons of fresh fruit bunches from five hectares of land within an average of 15 days.

“That was at a selling price of Rp1,800 per kilogram,” he said.

Muklis, a farmer from Tebo district has been forced to neglect his land and go to the city to find work.

“What is important is that I can have enough money to support my family,”

Last month, Jambi Governor Zulkifli Nurdin sent a circular letter to the owners of oil palm refineries suggesting that they buy fresh fruit bunches from farmers at a price of Rp890 per kilogram.

The state-owned plantation company PT Perkebunan Negara (PTPN) VI for Jambi and West Sumatra has agreed to buy from farmers.

“Our joint marketing office is trying to meet government's expectations,” said PTPN Finance Director A. Karimuddin.

The price is between Rp670-700 per kilogram.

SYAIPUL BAKHORI

source: tempointeractive.com

Gapki Blacklist 30 Importir India

Senin, 10-11-2008
MedanBisnis – Jakarta
Sebanyak 30 importir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) asal India yang disusun dalam daftar hitam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) sudah mengingkari kontrak sejak Agustus 2008.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Gapki Derom Bangun yang dihubungi, Minggu (9/11). “Mereka berhenti mengirimkan kapalnya sejak Agustus lalu, tapi tanggal tepatnya saya tidak tahu,” katanya.
Para importir itu menggunakan alasan biaya kargo yang mesti mereka keluarkan semakin meningkat. Ini mengakibatkan terjadi masalah pembayaran yang berpotensi gagal bayar.
Menurut Derom, sejumlah importir asal India tersebut sebenarnya sudah melakukan kontrak untuk melakukan pengiriman dan pembayaran di tempat dengan beberapa produsen CPO lokal. Namun, ketika tanggal pengiriman tiba, tidak ada satu kapal pun yang datang dari 30 importir tersebut.
Gapki pun memperkirakan kerugian yang cukup besar dengan ingkarnya para importir India nakal tersebut. Namun sayang, ia enggan mengatakan detil kerugiannya.”Maka dari itu, kami langsung menyusun daftar perusahaan yang tidak menepati kontrak dan melayangkan surat kepada asosiasi CPO India seminggu yang lalu,” imbuhnya.
Dia mengatakan, nilai kontrak yang tidak ditepati oleh importir India itu beragam dengan total nilai kontrak yang cukup besar. Hampir semua pesanan di kontrak tersebut di atas 100.000 ton. “Yang baru diketahui 30 itu saja, sisa kontraknya ke negara lain saya tidak bisa bilang tidak ada. Harus dicek lagi,” ujarnya.
Selama ini, Indonesia menjadi eksportir CPO ke lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Negara-negara itu antara lain India, China, Belanda, Pakistan dan lain sebagainya.
Tiga puluh perusahaan yang termasuk dalam daftar hitam Gapki antara lain: Nafed, JMD Oils and Fats, Bhatinda Oils and Fats, Kundan Oils and Fats, Raj Agro Oils, Gujarat Spices, Puneet and Company, Sarda Agro, Sudhir Agro, NCS Hyderabad, Mahesh Agro, Golden Oils Kolkata, Coastal Energy, Pradyhuman Overseas, Sara International, Dudhadhari Exports, DDI (Tower International), Budge Budge Refineries, Indumati Refineries, Shree Ganesh Oils, Velani Traders, Sheetal Industries dan sebagainya.
Optimis ekspor pulih
Begitupun Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) optimis hingga akhir tahun ini kegiatan ekspor CPO bisa lebih baik meski harga komoditas ini sedang turun.
Derom Bangun, selain menurunnya harga CPO, lesunya ekspor juga terjadi akibat sulitnya pencairan dana dari perbankan di berbagai dunia. “Ketika krisis melanda, banyak bank yang kurang percaya terhadap pengusaha sehingga enggan mengucurkan dananya kepada sektor riil,” katanya.
Walau demikian, dia optimis akhir tahun ini kegiatan ekspor CPO dalam negeri bisa lebih baik daripada kondisi sekarang. “Sebenarnya demand di negara pembeli itu masih tinggi, Kami juga sudah mulai menjajaki perusahaan-perusahaan baru yang bisa diajak kerjasama,” tukasnya.
Terkait kebijakan PE CPO nol persen, menurutnya, dampaknya terhadap kinerja ekspor tidak akan terlalu besar namun tetap membantu. “Kami sambut positif pemerintah menjadikan PE CPO nol persen. Dengan begitu ekspor bisa berkembang walau perhitungan saat ini kenaikannya masih sedikit,” ujarnya.
Gapki mentargetkan produksi CPO dalam negeri tahun 2008 akan sebanyak 18,8 juta metrik ton, sebanyak 14 juta metrik ton akan dijual melalui ekspor. Sedangkan sisanya, 4,8 juta metrik ton untuk konsumsi pasar dalam negeri. “Akhir tahun bisa tercapai,” tandasnya.
Selama ini, Indonesia menjadi eksportir CPO ke lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Negara-negara tersebut diantaranya Belanda, India, Cina, Pakistan dan lain sebagainya. (dtf)

source: medanbisnisonline.com

Pemerintah Tak Campuri Kasus Blacklist 30 Importir CPO India

Minggu, 09/11/2008 15:01 WIB
Angga Aliya ZRF - detikFinance

Jakarta - Departemen Perdagangan menilai kasus ingkar kontrak sebanyak 30 importir CPO asal India adalah masalah business to business (b ton b) saja. Pemerintah tidak akan bisa membantu lebih jauh mengenai kasus ini.

Depdag pun belum bisa memastikan berapa jumlah importir India yang mengingkari kontrak tersebut sehingga jumlah kerugian belum bisa dihitung.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di gedung Departemen Perdagangan, Jl Ridwan Rais, Jakarta, Senin (10/11/2008).

"Itu kan business to business jadi kita nggak bisa berbuat banyak kecuali, kalau kita bagaimana meng-create domestik demand misalnya dengan BBN itu benar-benar jalan, permintaan misalnya," kilahnya.

Hingga kini ia masih mencari informasi terkait kasus tersebut, mengenai berapa besar jumlahnya dan dampak terhadap ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke India.

"Saya belum sempat tahu berapa banyak, apakah 30 itu berapa besar dari ekspor itu sedang kita pelajari," ucapnya.

Namun menurut Mari, kalau yang terjadi adalah kasus gagal bayar (default) maka pemerintah memungkinkan bisa ikut campur tangan karena dalam kasus default menyangkut proses hukum yang bisa berjalan.

"Jadi nggak bisa (g to g) ini kan business to business (b to b) kecuali dia default misalnya, biasanya kan ada penaltinya, kalau dibayar penaltinya pastinya ada proses hukum dimasing-masing negara," katanya.

(hen/qom)

source: detik.com

Importir CPO India Ingkari Kontrak Sejak Agustus

Minggu, 09/11/2008 14:10 WIB
Angga Aliya ZRF - detikFinance

Jakarta - Sebanyak 30 importir minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) asal India yang disusun dalam daftar hitam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) sudah mengingkari kontrak sejak Agustus 2008.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Gapki Derom Bangun yang dihubungi detikFinance, Minggu (9/11/2008). "Mereka berhenti mengirimkan kapalnya sejak Agustus lalu, tapi tanggal tepatnya saya tidak tahu," katanya.

Menurutnya, sejumlah importir asal India tersebut sudah melakukan kontrak untuk melakukan pengiriman dan pembayaran di tempat dengan beberapa produsen CPO lokal. Namun, ketika tanggal pengiriman tiba, tidak ada satu kapal pun yang datang dari 30 importir tersebut.

Gapki pun memperkirakan kerugian yang cukup besar dengan ingkarnya para importir India nakal tersebut. Namun sayang, ia enggan mengatakan detail kerugiannya.

"Maka dari itu, kami langsung menyusun daftar perusahaan yang tidak menepati kontrak dan melayangkan surat kepada asosiasi CPO India seminggu yang lalu," imbuhnya.

Ia mengatakan, nilai kontrak yang tidak ditepati oleh importir India itu beragam dengan total nilai kontrak yang cukup besar. Hampir semua pesanan di kontrak tersebut di atas 100.000 ton.

"Yang baru diketahui 30 itu saja, sisa kontraknya ke negara lain saya tidak bisa bilang tidak ada. Harus dicek lagi," ujarnya.

Selama ini, Indonesia menjadi eksportir CPO ke lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Negara_negara itu antara lain India, Cina, Belanda, Pakistan dan lain sebagainya.

Tiga puluh perusahaan yang termasuk dalam daftar hitam Gapki antara lain: Nafed, JMD Oils and Fats, Bhatinda Oils and Fats, Kundan Oils and Fats, Raj Agro Oils, Gujarat Spices, Puneet and Company, Sarda Agro, Sudhir Agro, NCS Hyderabad, Mahesh Agro, Golden Oils Kolkata, Coastal Energy, Pradyhuman Overseas, Sara International, Dudhadhari Exports, DDI (Tower International), Budge Budge Refineries, Indumati Refineries, Shree Ganesh Oils, Velani Traders, Sheetal Industries dan sebagainya.(ang/ddn)

source: detik.com

Govt supports 3 industries: Shoes, sugar, and textiles

November 08, 2008

Yuli Tri Suwarni, The Jakarta Post, Bandung

The government is expanding its industry revitalization program next year, with footwear manufacturers the latest to join a list of industrial sector subsidy recipients -- in addition to textiles and sugar -- to help renew machinery and boost output.

The Industry Ministry will facilitate the disbursement of Rp 55 billion in interest subsidies for footwear manufacturers, as part of a total of Rp 360 billion set aside in subsidies for the three industries, director general Anshari Bukhari said Saturday in Bandung, West Java.

"The funds are allocated on the government's 2009 state budget and have been approved by the House of Representatives," Anshari told a discussion forum.

This is the expansion of a program started two years ago designed to help targeted strategic industries to bolster production capacity.

Under this program, which originally only covered the textile industry, the government would subsidize part of the interest rate which banks charged on loans so that manufacturers could buy new machinery. It disbursed Rp 175 billion (US$18.77 million) to 78 textile and garment manufacturers in 2007 and expects to disburse another Rp 210 billion this year.

For next year, textile and garments makers will be entitled to another Rp 255 billion in subsidies, while sugar factories will be entitled to Rp 50 billion.

"We expect that this expanded program will not only stimulate investment in the three sectors, but also help improve competitiveness," Anshari said.

Businesses have welcomed this government program, saying it will definitely help them increase production capacity and benefit their industry as a whole.

The Association of Indonesia Textile Producers (API) has said that with the program, the industry is optimistic that it can cope with any decline in traditional export markets despite the current global economic downturn.

It expects total exports to still grow by at least 7 percent next year, mostly resulting from export market diversification. Last year the value of textile exports reached $10.06 billion.

The Indonesia Footwear Producer Association (Aprisindo) meanwhile said that even this year, the industry was doing relatively well and remained on course to achieving a 10 percent export growth target by end year, probably reaching an export volume of $1.76 billion.

Meanwhile, ministry director Budi Irmawan said up to 380 footwear makers have so far applied to make use of the subsidy scheme and this volume of demand would likely continue.

He added that most of the machinery now used by footwear manufacturers dates back to the 1980s.

Anshari added that the government would in the near future further expand its revitalization program.

"We're considering providing subsidies for targeted industrial cluster areas in the country. This would not be via an industry-based subsidy, but via industrial clusters. But, we're still working out the details," he said.

source: thejakartapost.com

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com