Wednesday, November 5, 2008

Pengusaha dan Petani Tagih 15% Dana PE CPO

Kamis, 06-11-2008
*herman saleh
MedanBisnis – Medan
Meski pemerintah sudah mulai menerapkan beberapa kebijakan terkait kelapa sawit, namun upaya tersebut dinilai masih kurang. Alasannya, kondisi yang dialami pengusaha dan petani kelapa sawit saat ini sudah terlanjur jatuh ke level yang paling rendah.

Karena itu, untuk kembali menggairahkan salah satu sektor unggulan Sumatera Utara, pemerintah diharapkan mengambil langkah penyelamatan yang cepat dan langsung mengena.
“Memang beberapa kebijakan dari pemerintah sudah mulai terasa dampak positifnya. Namun di sisi lain, kondisi yang sudah parah tentu butuh langkah langsung,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjend) Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad, di Medan, Rabu (5/11).
Dengan alasan itu, kata Asmar, pihak Apkasindo bersama dengan pengusaha kelapasawit yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) akan mengadakan pertemuan dengan wakil rakyat asal Sumut di Komisi IV DPR RI dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara (Pempropsu) di Medan, Jumat (7/11).
“Salah satunya adalah mengenai pengembalian pungutan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) ke daerah, mengingat Sumut merupakan penyumbang terbesar PE CPO yang total secara nasional sudah mencapai Rp 25 triliun,” tegasnya, seraya menyebutkan anggota Komisi IV yang akan hadir di antaranya Maruhal Silalahi dan Bomer Pasaribu.
Dalam pertemuan nanti, lanjutnya, mereka akan mempertanyakan sejauh mana perkembangan pembicaraan pengembalian PE CPO ke Sumut sebesar 15-20 persen. Sebab, beberapa waktu lalu sudah ada pertemuan Gubernur Sumatera Utara dengan pejabat-pejabat di pusat. Pada dasarnya, katanya lagi, petani ingin Pempropsu terus memperjuangkan pengembalian PE tersebut. Misalnya, untuk pemberian benih gratis, perbaikan infrastruktur, dan menjamin ketersediaan pupuk dengan harga yang terjangkau.
“Selain itu, banyak hal juga akan kita pertanyakan kepada pemerintah mengenai penanganan permasalahan kelapa sawit, dan solusi-solusi apa yang akan ditawarkan,” lanjutnya, seraya menyebutkan salah satunya adalah bentuk pengawasan pemerintah terhadap penetapan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Mengingat, penetapan harga ini dikuatkan dengan SK Menteri Pertanian Nomor 357 Tahun 2005 tentang Penetapan Harga Tandan Buah Segar Kelapa Sawit.

source: medanbisnisonline.com

Global financial crisis hits Indonesian horticultural products

The Jakarta Post , Jakarta | Thu, 11/06/2008 10:29 AM | The Archipelago

A number of provinces are feeling the effects of the U.S.-led global economic slowdown on the marketing and export of their primary local horticultural products such as palm oil and rubber.

Riau, for example, has for the past three weeks been unable to export any crude palm oil (CPO) products because of a lack of orders from foreign importers.

Head of the Riau horticulture agency's product management and marketing division, Ferry HC Putra, said the lack of orders had caused excessive stockpiling of CPO in the province's only export gateway, Dumai.

"The storage facility in Dumai is 80 percent full," Ferry told The Jakarta Post last week.

The warehouse can hold 22,000 metric tons of CPO.

Ferry said that if the CPO was not sold soon, the province would lose revenue of nearly Rp 1 trillion a month, based on the assumption that Riau's annual CPO exports are worth Rp 11.4 trillion.

With about 1.6 million hectares of oil palm plantations, Riau contributes 30 percent of the total national export volume of 4 million metric tons of CPO a year.

Ferry said there were concerns the province's 132 CPO factories in Riau would be forced to close if the situation continued.

"This means Riau could lose investments worth Rp 47 trillion in the sector," he said.

He added that unless the stock could be sold within two months, the price of fresh oil palm fruits, or TBS as they are known locally, would also be affected.

The price drop would affect some 440,000 families who make a living from the sector.

The TBS price has already dropped significantly.

Ferry said the government should issue a regulation forcing the domestic market to absorb the abundant supply of CPO.

One way to do so would be to make mandatory the use of CPO derivatives as a substitute for imported bioethanol in the production of biofuel, Ferry said.

In West Sumatra, the sharp drop in the price of fresh oil palm fruit during the past two weeks has forced farmers to let the fruit rot on their plants.

They said harvesting would not result in any profit because any sales revenue would be the same as the cost of harvesting.

Tapri, a farmer from Taluak Embun, Ujung Gading, in West Pasaman regency, said a kilogram of fresh oil palm fruit was Rp 1,600 three months ago, but was fetching only Rp 350 by the beginning of last month.

West Sumatra Vice Governor Marlis Rahman said his administration would take necessary measures to help reduce any financial losses that oil palm farmers might suffer.

West Sumatra has 280,000 hectares of oil palm plantations, most of which are in West Pasaman, with Ujung Gading as the main production area.

The same cry over a sharp price drop has also been heard in Jambi. Alex Sinaga, a farmer from West Tanjung Jabung regency said that whereas two tons of TBS used to earn him Rp 4 million, it currently brings in only Rp 1.2 million.

"If this situation persists, it will be very hard for us to go on with the plantation," said Alex, one of some 750 families that supply the palm oil company PT Inti Indosawit Subur.

The situation is even worse for farmers who are not partnering with a company, according to the head of the Jambi provincial horticulture agency M Ali Lubis.

Jambi Governor Zulkifli Nurdin has called all oil palm factories in the province to buy the products of non-partner farmers also and to stick to the agreed price.

Meanwhile, in South Sumatra farmers and companies are feeling the pinch from a sharp drop in the price of rubber for the same reason: decreasing export orders due to the global economic crisis.

Chairman of the South Sumatra branch of the Association of Indonesian Rubber Companies (Gapkindo), Alex Kurniawan Eddy, said recently the decrease had been felt since September.

The price of SIR 20 rubber for export has fallen from more than US$2.50 per kilogram to around $2.25 per kilogram. Bokar (raw material for rubber slabs) has fallen to about Rp 12,000 per kilogram, whereas previously it was Rp 21,000.

He said the United States and other crisis-affected European countries had been the main export destinations for the province's rubber, and expressed concern the crisis would affect the export volume to these countries.

"Sales for the last quarter of this year are relatively secure. But for the first quarter of next year, we still have to wait and see," he said.

Suandi, a farmer from Talang Seleman village, Payaraman, Ogan Ilir, said his income had dropped significantly due to the sharp decrease in the prices for his produce.

The price for a kilogram of sap has fallen from Rp 11,800 to Rp 6,500.

"I keep tapping the sap because this is how I support my family," Suandi said.

Payaraman and dozens of surrounding villages form the main rubber production center in South Sumatra, known for their high-quality product.

source: thejakartapost.com

Harga tandan sawit mulai naik

Rabu, 05/11/2008

PADANG: Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit pada tingkat petani di Kabupaten Dharmasraya, salah satu sentra kebun kelapa sawit inti dan plasma di Sumatra Barat, sejak awal pekan ini mulai naik.
?
Asril, petani yang juga pengurus kelompok tani di sentra SP III Tiumang, Dharmasraya, Sumbar, menyebutkan posisi harga TBS petani plasma naik dari Rp550/kg menjadi Rp625/kg (Senin) dan kemarin naik lagi menjadi Rp650/kg.

Kenaikan harga TBS ini, katanya, karena petani menjual ke pabrik pengolahan minyak mentah PT Sumbar Andalas Kencana dengan adanya pola bapak angkat dengan petani plasma di daerah itu. Namun, bagi petani plasma yang menjual kepada pedagang pengumpul (tengkulak) atau ke industri lain, posisi harga tentu tak sebesar itu. (Antara)

source: bisnis.com

800 Hektar Hutan Lindung Dirambah untuk Kelapa Sawit

Rabu, 5 November 2008 | 00:58 WIB
Sungai Raya, Kompas - Sekitar 800 hektar Hutan Lindung Gambut Sungai Arus Deras di Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dirambah perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Mitra Aneka Rezeki dan PT Rezeki Kencana.

Di Hutan Lindung Gunung Ambawang, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, yang berada di sekitar wilayah kerja perusahaan itu, juga ditemukan pengerukan tanah merah untuk membangun jalan akses perkebunan. Di sana dijumpai tumpukan kayu olahan hasil pembalakan liar yang dilakukan masyarakat setempat.

Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kehutanan, Perkebunan, dan Pertambangan Kubu Raya M Sadik Azis di Sungai Raya, ibu kota Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Selasa (4/11). ”Temuan kasus ini merupakan hasil pemeriksaan Tim Badan Pemeriksa Keuangan tentang pengelolaan kawasan hutan pada Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, 5 September 2008. Pada 22 September, Pemkab menurunkan tim untuk mengumpulkan data koordinat hutan yang dirambah,” kata Sadik.

Pemkab Kubu Raya menyurati PT Mitra Aneka Rezeki dan PT Rezeki Kencana agar menghentikan kegiatan perluasan areal tanam maupun penambangan tanah merah di hutan lindung.

Pemkab Kubu Raya juga meminta bantuan Dinas Kehutanan Kalbar untuk menurunkan tim gabungan. Surat bupati ditembuskan kepada Menteri Kehutanan, Gubernur Kalbar, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalbar, serta Kepala Balai Pemetaan Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak.

”Saat tim memantau lapangan bulan Oktober, pembukaan lahan masih berlangsung,” kata Sadik.

Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dishut Kalbar Sunarno menyatakan akan segera menurunkan tim.

Selain perambahan hutan lindung gambut, beberapa waktu lalu di Kabupaten Kubu Raya juga mencuat kasus perambahan ratusan hektar hutan lindung mangrove untuk usaha tambak. Kasus ini tengah diproses Kepolisian Kota Besar Pontianak.

Menyikapi maraknya kasus perambahan hutan lindung, anggota DPRD Kalbar, Michael Yan Sriwidodo, mendesak Dishut Kalbar maupun kabupaten untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Michael menilai aparat dinas kehutanan lamban menangani kasus perambahan hutan lindung.

”Perlu dukungan aparat kepolisian dan kejaksaan agar sanksi bisa diterapkan bagi pelaku perambahan hutan lindung. Kasus serupa di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan bisa dipidanakan,” katanya. (WHY)

source: kompas.com

Malaysia Minati Kerja Sama Pengunaan BBN

Rabu, 05 November 2008 | 17:30 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta:Malaysia akan menjalin kerja sama penggunaan bahan bakar nabati (BBN) dengan Indonesia. Negeri jiran itu akan akan mempelajari mandatory (aturan yang mewajibkan) pemakaian BBN yang sudah berlaku di Indonesia.

"Mereka berminat untuk belajar dan akan membuat MoU (nota kesepahaman) terkait rencana itu," kata Staf Ahli Menteri Sumber Daya Mineral bidang SDM dan Teknologi Lulu Sumiarso seusai bertemu dengan Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Peter Chin Fah Kui, Rabu (5/11).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Evita Legowo menambahkan, Malaysia akan menerapkan mandatory BBN pada 2009. Rencana penggunaan BBN oleh Malaysia, karena negara itu sedang kelebihan pasokan CPO (minyak sawit mentah). Sorta Tobing

source: tempo.co.id

Empat Mahasiswa Indonesia Jadi Duta Lingkungan

Rabu, 05 November 2008 | 16:06 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta: Bayer mengundang sejumlah anak muda yang memiliki program penyelematan lingkungan melalui Bayer Young Environmental Envoy 2008, ke Jerman. Sebanyak 45 remaja dari 17 negara terpilih mengikuti kegiatan yang berlangsung sejak 2 hingga 7 Nopember 2008.

Acara serupa sebelumnya diadakan di Thailand. Sejak 2001, peserta diperluas ke beberapa negara, hingga berjumlah 400 orang perwakilan dari kalangan muda. Dari Indonesia terpilih empat orang setelah melalui seleksi lebih dari 100 pelamar. Mereka adalah Doni Pabhassaro, Veni Sevia Febrianti, Sri Rezeki, Fernando Zetrialdi.

Doni baru lulus dari Fakultas Teknik Kimia Universitas Indonesiai. Ia mengembangkan bahan bakar biologi dari sampah padat organik. Veni menang berkat proyek konservasi hutan dengan menanam 2.000 benih pohon untuk penghijauan hutan di Bondowoso, Jawa Timur. Mahasiswa tingkat akhir Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jember tersebut memiliki target menanam 5.000 benih yang ditanam di musim penghujan tahun ini.

Sri Rezeki mengembangkan cara kulit kelapa sawit menjadi bahan bakar biologi. Selain bertujuan mengembangkan bahan bakar non fosil, proyek mahasiswa Universitas Tanjungpura, Pontianak ini juga dapat mengurangi jumlah sampah kulit sawit.

Sedangkan Fernando mengusung program daur ulang kardus kemasan. Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia ini membuat mesin yang dapat memisahkan lapisan kardus dan aluminium kotak kemasan itu. Kertas-kertas telak itu kemudian dibuat sebagai barang-barang seni (art paper) yang dapat dijual.

Bina Bektiati

source: tempo.co.id

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com