Monday, October 20, 2008

Harga Pupuk Anjlok Drastis


Senin, 20/10/2008 16:11 WIB
Alih Istik Wahyuni - detikFinance


Jakarta - Harga pupuk internasional turun drastis dalam tiga minggu terakhir. Jika sebelumnya harga pupuk mencapai US$ 790/ton, belakangan ini anjlok menjadi US$ 350-400/ton. Demikian disampaikan Dirut Pupuk Iskandar Muda (PIM) Mashudianto dalam keterangan pers di Restoran Bunda Sati, Jakarta, Senin (20/10/2008). Menurut Mashudianto, turunnya harga pupuk ini dipicu berubahnya posisi supply dan demand pupuk dunia.


Terutama sejak penyerapan pupuk oleh industri dunia mulai melemah. "Harga turun sejak 3 minggu lalu, kalau saya lihat masalah supply demand sementara. Penyerapan pupuk terutama industri non pangan mulai turun," katanya. Meski begitu, ia mengaku optimistis melemahnya harga pupuk ini hanya akan berlangsung sementara. Harga pupuk diharapkan akan kembali naik sekitar 2 bulan dari sekarang. Perubahan harga pupuk internasional ini memang tidak berpengaruh banyak pada PIM karena pupuk yang diproduksi PIM disubsidi oleh pemerintah.

Selain itu, Indonesia juga bukan pemain kunci di pasar pupuk dunia karena tingkat produksi yang masih kecil. Untuk urea saja, total produk urea nasional sekitar 6 juta ton per tahun. Dari jumlah ini sekitar 4,5 juta ton dialokasikan untuk dalam negeri terutama untuk pangan dan industri.(lih/ddn)

source: detik.com

Pemerintah Belum Terima Pengajuan Resmi PE CPO 0%

Senin, 20/10/2008 15:27 WIB
Suhendra - detikFinance

Jakarta - Pemerintah mengaku belum menerima pengajuan resmi dari pengusaha kelapa sawit mengenai permintaan penerapan pajak ekspor CPO 0 persen.
Hal ini dikatakan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu dalam disela-sela rakornas Kadin bidang fiskal dan moneter di Hotel Sahid, Jakara, Senin (20/10/2008).
Anggito menilai penerapan PE 0% saat ini dikhawatirkan membuat ketidakpastian pasokan CPO didalam negeri yang berujung pada pasokan produk hilirnya seperti minyak goreng. Oleh karena itu pajak ekspor tetap harus ada. "Saya kira harus ada tarifnya, kalau tidak maka dalam negeri tidak ada jaminan kebutuhan. Pasokan minyak goreng tidak terkendali, pasokannya tidak ada," ujarnya beralasan.
Ia mengkhawatirkan PE 0% saat ini akan mengganggu kebutuhan dalam negeri, mengingat bisa saja terjadi potensi pengusaha nakal dengan mengekspor seluruh produksi CPO. Bahkan dengan tegas ia mengatakan adanya kekhawatiran kalangan pengusaha sawit kalau instrumen PE dijadikan sebagai penerimaan utama negara."Bisa cari cara yang lain kalau beban mereka adalah keuangan, pajak ekspor bukan utama penerimaan tapi untuk melindungi kebutuhan dalam negeri dan memanfaatkan windfall," katanya.(hen/ddn)

source: detik.com

Pemerintah Belum Muluskan Pajak Ekspor 0%

Senin, 20/10/2008 10:38 WIB

Dadan Kuswaraharja - detikFinance
Jakarta - Pemerintah belum memutuskan penerapan bea keluar atau pajak ekspor produk minyak kelapa sawit sebesar 0 persen menyusul turunnya harga CPO akhir-akhir ini."Hari ini katanya pemerintah mau ada rapat mengenai hal itu, namun batal," ujarnya Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun ketika dihubungi detikFinance, Senin (20/10/2008).
Menurutnya dari penerapan PE 7,5% pada Oktober, pada posisi harga CPO di Rotterdam saat ini US$ 565 per ton dengan dipotong biaya-biaya maka harga yang bisa diterima produsen hanya mencapai Rp 3.800 per kilo atau dengan tambahan PPN maka menjadi Rp 4.200 yang diperkirakan mampu membeli harga TBS petani seharga Rp 300-600 per kilo. "Jadi harganya sangat rendah," ujarnya.
Pengusaha kelapa sawit dalam beberapa kesempatan, terus berupaya meminta penurunan pajak ekspor CPO kepada pemerintah. Permintaan pengusaha kelapa sawit di Indonesia ini juga diikuti rekannya di Malaysia, dimana pengusaha mereka juga meminta regulator untuk memotong pajak ketika harga minyak CPO sudah mendekati titik break even point usahanya sebesar 1.500 ringgit per ton.Di bursa komoditas Malaysia sendiri yang merupakan acuan, harga CPO mencapai 1.654 ringgit per ton untuk kontrak di bulan November 2008.
(ddn/ir)

source: detik.com

Pemerintah Keberatan PE CPO 0%

Senin, 20 Oktober 2008 14:46

JAKARTA. Pemerintah keberatan dengan usulan pengusaha untuk mengenakan pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) sebesar 0%.Pemerintah masih akan mempelajari proposal dari pengusaha untuk melihat berapa besar pungutan yang akan dikenakan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu mengatakan bahwa sampai saat ini pihaknya belum memperoleh proposal resmi mengenai permintaan penerapan pungutan sebesar 0% tersebut."Saya kira harus ada tarifnya, kalau tidak maka dalam negeri tidak ada jaminan kebutuhan. Nanti pasokan minyak goreng tidak terkendali, pasokannya tidak ada," kata Anggito di Jakarta, Senin (20/10).
Ia mengatakan, pemerintah menerapkan PE supaya ada ketersediaan bahan baku dalam negeri sehingga minyak goreng kita mendapat CPO yang memadai untuk produksi. Denganketersediaan bahan baku itu pula maka ketersediaan? minyak goreng yang dibutuhkan masyarakat terpenuhi dengan harga murah.
Seperti diketahui saat ini pemerintah mengenakan PE progresif untuk CPO, jika harga CPO naik maka pemerintah akan menaikkan pungutannya juga. Namun dengan semakin merosotnya harga CPO dunia, maka pengusaha meminta pemerintah menaikkan batas minimum harga CPO yang tidak kena PE dan US$ 550 per MT menjadi US$ 850 per MT sedangkan harga saat ini di kisaran US$ 700 per MT dan PE 7,5%.

Uji Agung Santosa

source: kontan.co.id

London Sumatera Baru Buy Back 0,23% Saham

Senin, 20 Oktober 2008 11:31

JAKARTA. Program pembelian kembali saham atau buy back oleh sejumlah perusahaan masih terus berlangsung. Produsen minyak sawit atau crude palm oil (CPO), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) pun tak mau ketinggalan. Hingga Jumat kemarin (17/10), perusahaan yang dikenal dengan sebutan Lonsum ini telah membeli kembali 0,23% saham mereka. Jumlah itu setara dengan 3.145.500 saham.

Lonsum sendiri melakukan buy back pada dua transaksi yang berbeda. Transaksi pertama dilakukan pada Senin (13/10) lalu. Waktu itu, emiten berkode saham LSIP ini membeli 377.500 saham pada harga Rp 2.142,17 per saham. Itu artinya, pada buy back pertama, LSIP telah merogoh kocek sebanyak Rp 801,87 juta. Dalam hajatan itu, LSIP dibantu Indopremier Securities, yang bertindak sebagai pelaksana buy back.

“Sementara aksi buy back kedua Lonsum lakukan pada Kamis, (16/10) lalu,” jelas Endah Resmiati Madnawidjaja, sekretaris LSIP dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI). Nah, kali ini, jumlah saham yang mereka beli sebanyak 2.768.000 saham yang dibeli pada harga Rp 2.251,31 per saham. Dus, di hari kedua transaksi, LSIP telah menggunakan dana sebesar Rp 6,23 miliar.

Dengan demikian, total saham yang telah LSIP beli 3.145.500 saham dengan nilai transaksi sebesar Rp 7,03 miliar.

Sekadar catatan, LSIP memang telah menganggarkan dana sebesar Rp 627,7 miliar untuk buy back saham mereka. Di mana jumlah maksimal saham yang bakal di buy back sebanyak 20%. Berdasarkan catatan dari RTI sejak Maret 2008, jumlah saham LSIP yang beredar di masyarakat sebanyak 35,57% atau sebanyak 485.477.791 saham. Sampai pukul 11.00 WIB hari ini, harga saham LSIP Rp 2.050 per saham.

source: kontan.co.id

ANALISA KOMODITI, 20 OKTOBER 2008

( Senin, 20 - 10 - 08)

MINYAK KELAPA SAWIT- Terus melemahPada perdagangan berjangka Minyak Kelapa Sawit di Malaysia dan di Indonesia, harga CPO berjangka ditutup melemah lebih dari 3 % karena kekhawatiran yang masih menyelimuti pasar global berkaitan dengan resesi ekonomi yang akan memangkas permintaan.
Kontrak Januari di MDEX ditutup melemah RM16 atau 0.97% menjadi RM 1,635 (US463) per ton, sementara itu kontrak bulan yang sama di BBJ ditutup melemah Rp.145 per kg menjadi Rp.5.065 per kg. Indonesia berencana untuk memotong pajak ekspor minyak sawit karena melemahnya permintaan yang menyebabkan tekanan pada harga.
Pada peraturan yang berlaku sekarang Dalam Permenkeu No 09/PMK.011/2008, tarif PE berpedoman pada harga rata-rata CPO CIF Rotterdam satu bulan sebelum penetapan harga patokan ekspor (HPE). Pemerintah Indonesia berencana menentukan pajak ekspor pada bulan November. Pajak eksport yang sekarang berlaku pada 7.5% untuk bulan Oktober.
LOGAM – Turun karena investor melikuidasi danaPada perdagangan hari Jum’at harga emas ditutup terus melemah dipicu aksi likuidasi yang dilakukan investor untuk mendapatkan dana cash nya. Kontrak emas Desember ditutup melemah $16.80 atau 2.1% menjadi $787.70 per ons. Sampai dengan minggu ini emas sudah turun $71.30 atau 8.3%Pada perdagangan emas berjangka di BBJ, harga emas kontrak Desember ditutup melemah Rp.15.400/gr atau 5.7% menjadi Rp.254.250/gram, dipicu penurunan harga emas di pasar global.
Emas mengalami kejatuhan terbesar 8.4% pada 15 Agustus, yang merupakan prosentase penurunan terbesar sejak 1984. Harga emas diperkirakan akan membaik karena meningkatnya permintaan untuk perlindungan asset ditengah terus meningkatnya kekacauan keuangan.Akan tetapi keinginan untuk memegang dana cash menyebabkan harga emas terpuruk. Dalam jangka panjang, rencana darurat pasar global untuk melakukan injeksi dana ke pasar akan menyebabkan inflasi, hal ini akan merupakan kabar baik bafi harga emas untuk membeli emas sebagai upaya hedging.Sementara itu harga perak turun 3.1% menjadi $9.34 per ons. Tembaga mengalami peningkatan 4.5% menjadi $2.1795 per pound.

ENERGI – Meningkat dipicu aksi short coveringPada perdagangan akhir pekan kemarin, harga minyak mentah ditutup meningkat karena aksi short covering setelah secara dramatis sebelumnya mengalami penurunan. Peningkatan harga minyak juga dipicu rencana pertemuan OPEC pada minggu depan yang berencana mengurangi produksi.Harga minyak mentah November ditutup meningkat $2 menjadi $71.85 per barel, setelah sebelumnya selama seminggu mengalami penurunan hingga $5.85 atau 8% dari penutupan Jum’at minggu lalu di $77.70 per barel. (Asy/Bpti)

source: bappebti.go.id

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com