Sunday, October 26, 2008

MALAYSIA, Cari Formulasi untuk Lindungi Petani

Senin, 27 Oktober 2008
KUALA LUMPUR (Suara Karya): Pemerintah Malaysia sedang mencari formulasi untuk melindungi pendapatan petani, minimal 1000 ringgit (Rp2,7 juta) per bulan, setelah jatuhnya harga kelapa sawit dan karet di pasar internasional.

Wakil PM Malaysia Najib Tun Razak mengatakan, sebuah tim kecil akan mengadakan pembicaraan tentang jatuhnya harga kelapa sawit dan karet di pasar internasional belakangan ini yang membuat pendapatan negara, petani kelapa sawit dan karet anjlok, demikian harian Utusan Malaysia, Minggu.

Salah satu topik pembahasan adalah mengadakan pertemuan dengan negara-negara produsen karet untuk menstabilkan harga kepala sawit dan karet.

Najib mengatakan, pemerintah akan memberikan perlindungan atau jaminan pendapatan petani kelapa sawit dan karet tidak akan di bawah 1.000 ringgit (Rp 2,7 juta) per bulan akibat penurunan harga kelapa sawit di dunia.

Harga sawit dunia ini turun ke level terendah yakni 370 ringgit (Rp 1 juta) per ton dibandingkan 454 (Rp 1,2 juta) ringgit per ton pada 27 September 2008.

Sebelumnya, harga sawit bahkan mencapai 863 ringgit hingga 900 ringgit per ton. Saat itu, pendapatan petani kelapa sawit rata-rata mencapai 3.000 hingga 4.000 ringgit (Rp 8,1 - 10,8 juta) per bulan.

Sementara itu, Najib juga mengatakan pemerintahnya akan menyuntuk dana sedikitnya 1,4 miliar dolar AS ke pasar saham dan menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi 2009 di tengah semakin memburuknya krisis finansial global.

Dia mengatakan mengatakan bahwa pemerintah mungkin meninjau kembali prediksi defisit fiskal 2009 dan 2008 serta dukungan pada proyek-proyek manufaktur dengan membatasi dampak multiplier ekonomi untuk tahun tersebut guna melindungi dampak krisis ekonomi.
Dalam pidatonya pada sebuah konferensi di Kuala Lumpur, Najib mengatakan bahwa pemerintah akan melipat duakan ukuran perusahaan investasi milik pemerintah Valuaecaap Sd.Bhd., yang didirikan pada 2003 untuk investasi dalam under-valued, tetapi saham-sahamnya secara fondamental kuat.

"Memberikan berbagai kesempatan saat ini untuk nilai investasi, saya akan dengan senang mengumumkan bahwa pemerintah akan menyediakan dana tambahan lima miliar ringgit (1,4 miliar dolar) dua kali lipat dari Valuecap menjadi 10 miliar ringgit," katanya.

Kaladher Govindan, pimpinan riset pada pialang lokal TA Securities mengatakan langkah tersebut "merupakan dorongan positif terhadap pasar saham," yang mengalami penurunan hingga 37 persen tahun ini.

Najib, yang ditetapkan sebagai pengganti perdana menteri pada Maret mendatang mengatakan revisi yang cenderung turun untuk pertumbuhan 2009 dari 5,4 persen dan respon kebijakan pemerintah secara rinci akan diumumkan di parlemen pada 4 November mendatang. (AP/Kentos)

source: suarakarya-online.com

Petani Kelapa Sawit Semakin Terpuruk

Senin, 27 Oktober 2008 01:33 WIB

Padang, Kompas - Hidup petani semakin terpuruk karena rendahnya harga tandan buah segar kelapa sawit. Hingga Minggu (26/10), kelapa sawit milik petani sawit di Kabupaten Agam dan Pasaman Barat, Sumatera Barat, hanya dihargai Rp 500 per kilogram.

Kepala Jorong (dusun) Bunga Tanjung, Kanagarian Air Bangis, Pasaman Barat, Syafril, mengatakan, akibat penurunan harga tandan buah segar (TBS) sawit, sebagian petani sawit di wilayahnya kesulitan mengembalikan kredit pupuk. Itu terjadi karena pendapatan dari sawit merosot.

”Para petani umumnya mengambil kredit pupuk dari koperasi. Besaran kredit antara Rp 1 juta- Rp 3 juta. Kredit diangsur selama dua tahun. Saat harga sawit masih tinggi, biasanya petani tidak kesulitan membayar kredit. Ketika harga sawit anjlok seperti sekarang, pembayaran kredit sering menunggak,” ujar Syafril.

Akibat tertunggaknya kredit, petani juga tidak bisa mengambil pupuk untuk menyuburkan tanaman sawit. Sebagian besar tanaman sawit dibiarkan begitu saja dengan hasil seadanya.
Syafril mengatakan, harga TBS sawit di tingkat petani masih Rp 500 per kg. Namun, pengeluaran ongkos panen membuat hasil bersih yang terima petani hanya Rp 150 per kg.
”Dari Rp 500 per kg harga TBS, petani masih harus mengeluarkan ongkos ambil dan biaya melangsir sawit sampai ke tempat pengepul. Untuk membayar ongkos-ongkos, petani di jorong ini harus mengeluarkan uang sampai Rp 350 per kg. Jadi, hasil yang dinikmati petani hanya Rp 150 per kg,” kata Syafril.

Harga ini, menurut Syafril, sudah berlaku sejak lima hari lalu. Sebelumnya harga TBS sawit hanya Rp 350 per kg. Ketika harga sawit Rp 350 per kg, banyak petani yang tidak memanen karena harganya tidak cocok dengan upah yang harus dikeluarkan.

Di Kecamatan Tanjung Mutiara, Agam, harga sawit di tingkat petani Rp 300 per kg. Pendapatan petani itu masih dikurangi biaya memanen TBS Rp 100 per kg.

Para pedagang pengepul sawit mengaku tidak bisa meningkatkan harga beli di petani karena rendahnya harga yang ditawarkan pabrik. Sebagai dampak anjloknya harga sawit, produksi sawit petani juga berkurang drastis, karena sebagian besar petani tak sanggup membeli pupuk. (art)

source: kompas.com

Harga CPO Anjlok, Revitalisasi Kelapa Sawit Jalan Terus

Minggu, 26 Oktober 2008 23:21 WIB

PALEMBANG, MINGGU - Revitalisasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Selatan terus dilakukan oleh perusahaan perkebunan, meskipun harga minyak sawit mentah (CPO) masih anjlok. Pengusaha meyakini krisis keuangan global segera berakhir sehingga mereka tetap meneruskan program revitalisasi tanaman.

Kepala Dinas Perkebunan Sumsel Syamuil Chatib, Minggu (26/10) mengungkapkan, berdasarkan pemantauan yang dilakukan pihaknya, anjloknya harga CPO belum mempengaruhi kinerja perusahaan perkebunan.

"Para pengusaha masih optimistis harga CPO akan kembali normal. Oleh sebab itu pengusaha tetap melakukan revitalisasi, kalau sekarang memang mereka rugi," kata Syamuil.
Syamuil mengatakan, harga CPO di pasar dunia sekarang jatuh dari 1.000 dollar AS per ton menjadi 700 dollar AS per ton. Namun, para pengusaha tetap melakukan investasi karena kebutuhan CPO dunia sebanyak 25 persen dipenuhi dari kelapa sawit.

Sebelumnya, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sumsel Sumarjono Saragih, mengungkapkan, pabrik CPO di Sumsel yang jumlahnya 45 perusahaan mengalami penurunan penjualan sekitar 20-30 persen. Tangki penyimpanan CPO di setiap pabrik rata-rata juga sudah penuh.

"Kalau kondisi masih seperti ini, tiga bulan lagi pabrik-pabrik CPO ti dak sanggup lagi berproduksi. Selain itu pabrik tidak punya lagi tangki penampung CPO," kata Sumarjono.

Wisnu Aji Dewabrata

source: kompas.com

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com