Tuesday, November 11, 2008

Pengusaha Sawit Remajakan 1 Juta Hektar Lahan

Selasa, 11/11/2008 08:35 WIB
Suhendra - detikFinance

Jakarta - Pengusaha sawit akan melakukan peremajaan lahan sawit seluas 1 juta hektar dari total luasan lahan sawit yang mencapai 6 juta hektar.

Cara ini diharapkan mampu menekan produksi sawit sehingga mampu menekan kejatuhan harga sawit dan produk turunannya termasuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO)

"Dalam waktu tiga tahun ke depan kami akan melakukan peremajaan seluas 1 juta hektar, dalam rangka percepatan peremajaan usia-usia pohon sawit yang sudah di atas 25 tahun," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaluddin Hasibuan saat dihubungi detikFinance Senin malam (10/11/2008).

Akmaluddin mengatakan dengan periode peremajaan selama 3 tahun ke depan maka setidaknya luasan lahan yang diremajakan per tahunnya mencapai 300.000 hektar atau senilai 900.000 ton CPO setara dengan 5,4 juta ton sawit tandan buah segar (TBS).

Sehingga ditaksir hingga tahun 2011 produksi CPO akan mulai susut hingga 3 juta ton CPO atau 18 juta ton TBS.

"Dari 1 juta hektar rata-rata satu hektar menghasilkan 18 ton sawit per tahun, untuk CPO rata-rata per hektar 3 ton per tahun. Kami akan lakukan bertahap, ini rutin dilakukan umumnya pohon sawit sudah tua-tua," jelasnya.

Peremajaan ini akan difokuskan pada wilayah-wilayah penghasil sawit utama seperti di Sumatra dan Kalimantan.

Selain itu, pihaknya juga akan fokus memikirkan pasokan bahan baku sawit untuk bahan bakar nabati (BBN) yang sedang dikembangkan di dalam negeri. "Ini untuk me-reduce pasar luar negeri," katanya.(hen/ir)

source: detik.com

Importir CPO India Ingkari Kontrak Demi Menekan Kerugian

Selasa, 11/11/2008 07:32 WIB
Suhendra - detikFinance

Jakarta - Sebanyak 30 importir CPO mengingkari kontrak pembelian produk sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) asal Indonesia. Mereka mengingkari kontrak karena berupaya menekan kerugian akibat harga CPO yang anjlok sejak pertengahan tahun ini.

"Kami sudah komplain, pemerintah india dan asosiasi mereka. Alasan mereka mengalami drop akibat harga CPO yang jatuh karena mereka default," kata Ketua Umum Gapki Akmaluddin Hasibuan saat dihubungi detikFinance, Senin malam (10/11/2008).

Para pengusaha sawit yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki) telah memasukan 30 importir tersebut sebagai daftar hitam (blacklist) Gapki.

Menurut Gapki para importir tadi sudah mulai melakukan tindakan mengingkari kontrak sejak bulan Agustus 2008 ketika harga CPO mulai turun.

Ia mencontohkan salah satu alasan para importir India tersebut mangkir diantaranya karena pada saat kontrak CPO pertengahan tahun 2008 para importir dikenakan harga US$ 700 per ton namun katanya sekarang ini harga CPO sudah dilevel US$ 500.

"Kontrak ke India memang cukup banyak, tapi kami nggak bisa beri tahu angka kerugiannya, karena itu masalah perusahaan masing-masing anggota kami," ujar Akmal.

Meski gagal kontrak, ia tetap optimistis produk CPO Indonesia bisa dipasarkan untuk diekspor lagi ke pasar lain. Hal ini tentunya terkait pasokan CPO yang cukup berlimpah didalam negeri.

"Kita cari pembelian lainnya, masih banyak demand kok," kilahnya.(hen/qom)

source: detik.com

HADANG KAPAL CPO, Polisi Dan Adpel Dumai Hentikan Aksi Greenpeace

11 Nov 2008 14:38 wib
ad


PEKANBARU (RiauInfo) - Polisi dan petugas Administrasi Pelabuhan (AdPel) di Dumai hari ini memaksa turun seorang aktivis Greenpeace dari rantai jangkar sebuah kapal tanker bertujuan Rotterdam, yang memuat CPO yang dihasilkan dari praktik yang merusak hutan di Indonesia.

Aktivis Greenpeace sejak kemarin telah mengunci dirinya pada rantai jangkar Gran Couva untuk mencegah kapal itu meninggalkan Indonesia menuju Eropa. Minyak sawit yang dikapalkan pada Gran Couva adalah milik Grup Wilmar.

“Greenpeace percaya bahwa memperbaiki produktivitas perkebunan kelapa sawit yang ada merupakan solusi merespon meningkatnya permintaan global, tanpa menghancurkan hutan yang tersisa,” kata Bustar Maitar, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, “Perluasan perkebunan kelapa sawit ke dalam hutan alam di Indonesia merupakan pendorong penting deforestasi dan pengrusakan lahan gambut.”

“Ironisnya, perusahaan seperti Wilmar dan Sinar Mas adalah anggota dari organisasi industri RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). (1) Sepanjang belum ada pernyataan publik dari RSPO mendukung moratorium deforestasi, minyak sawit yang “ramah lingkungan” hanya mitos belaka,” kata Bustar.

Dalam pelayaran “Hutan untuk Iklim” kapal Esperanza di Indonesia, Greenpeace telah mengumpulkan bukti-bukti baru konversi hutan besar-besaran di Propinsi Papua untuk perkebunan kelapa sawit pada konsesi Sinar Mas di dekat Jayapura. Greenpeace juga mendokumentasikan terus berlangsungnya pengrusakan hutan karena pembalakan di Papua dan menemukan pembukaan hutan baru pada hutan gambut di Riau.

“Greenpeace menyerukan kepada RSPO yang akan bertemu minggu ini untuk mendukung moratorium dan mendorong Pemerintah untuk mengambil tindakan segera. Standar RSPO harus diperketat untuk memastikan para anggotanya menghentikan deforestasi dan membuka lahan gambut pada semua operasinya,” tambah Maitar.

Kapal Esperanza, memulai bagian Indonesia dari pelayaran “Hutan untuk Iklim” pada tanggal 6 Oktober di Jayapura, untuk menyoroti kerusakan yang berlangsung terus menerus di hutan terakhir yang tersisa di Asia Tenggara.

Greenpeace menyerukan pemberlakuan sesegera mungkin penghentian sementara (moratorium) terhadap semua bentuk konversi hutan, termasuk untuk perluasan perkebunan kelapa sawit, industri penebangan dan sebab-sebab deforestasi lain.

Greenpeace adalah organisasi kampanye global yang independen yang bertindak untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat guna melindungi dan melestarikan lingkungan hidup serta mengusung perdamaian.(ad)

source: riauinfo.com

SEBELUM MENINGGALKAN DUMAI, Greenpeace Cegah Pengapalan Minyak Kelapa Sawit

11 Nov 2008 07:47 wib
ad


PEKANBARU (RiauInfo) – Aktivis Greenpeace pagi ini melakukan aksi untuk menyoroti sejumlah kapal tanker ekspor yang memuat CPO sebelum meninggalkan Dumai, yang merupakan pelabuhan utama bagi ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia, dan mencegah salah satunya sebelum berangkat menuju Eropa.

Para aktivis juga mengecat sebuah tongkang yang penuh dengan kayu bulat di pelabuhan. Mereka menuliskan kata-kata "Forest Crime" atau "Kejahatan Hutan" pada lambung tiga kapal bermuatan minyak kelapa sawit dan tongkang kayu tersebut sebagai protes terus berlangsungnya pengrusakan hutan Indonesia.

Salah satu aktivis Greenpeace mengunci dirinya pada rantai jangkar dari kapal Gran Couva untuk mencegahnya meninggalkan Indonesia. Muatan minyak kelapa sawit di atas Gran Couva
adalah milik Grup Wilmar.

"Hari ini Greenpeace melakukan aksi untuk menyoroti buruknya dampak yang ditimbulkan oleh industri kelapa sawit dan industri penebangan terhadap ekosistem lahan gambut dan hutan Indonesia serta terhadap iklim global," kata Bustar Maitar, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.

Memenuhi permintaan minyak kelapa sawit dan komoditi lain bisa tetap berlangsung tanpa merusak hutan dan perusahaan seperti Wilmar harus mendukung seruan industri dan pemerintah daerah untuk penghentian sementara penebangan.

Dalam pelayaran "Hutan untuk Iklim" kapal Esperanza di Indonesia, Greenpeace telah mengumpulkan bukti-bukti baru konversi hutan besar-besaran di Propinsi Papua untuk perkebunan kelapa sawit di konsesi Sinar Mas dekat Jayapura. Greenpeace juga menemukan pembukaan hutan baru pada hutan gambut di Riau.

Konversi hutan dan lahan gambut yang demikian pesat untuk perkebunan kelapa sawit dan bahan bubur kertas merupakan pendorong deforestasi terbesar di Indonesia. Karbon yang dilepaskan oleh kegiatan ini membuat Indonesia menjadi pengemisi gas rumahkaca ketiga terbesar di dunia. Sebagian besar ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia bertujuan ke Cina, Eropa dan India.

"Hutan Indonesia lebih bernilai bila dibiarkan pada tempatnya daripada diekspor sebagai kayu bulat dan minyak kelapa sawit," kata Bustar. "Sangat penting untuk melindungi hutan Indonesia dari perluasan perkebunan kelapa sawit dan industri kertas untuk memerangi dampak perubahan iklim, mengentikan hilangnya keanekaragaman hayati dan melindungi kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. Ini berarti harus segera diberlakukan jeda tebang dan dimulainya pendanaan internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
melindungi hutan."

Kapal Esperanza, memulai bagian Indonesia dari pelayaran "Hutan untuk Iklim" pada tanggal 6 Oktober di Jayapura, untuk menyoroti kerusakan yang berlangsung terus menerus di hutan terakhir yang tersisa di Asia Tenggara.

Greenpeace menyerukan pemberlakuan sesegera mungkin penghentian sementara (moratorium) terhadap semua bentuk konversi hutan, termasuk untuk perluasan perkebunan kelapa sawit, industri penebangan dan sebab-sebab deforestasi lain.

Greenpeace adalah organisasi kampanye global yang independen yang bertindak untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat guna melindungi dan melestarikan lingkungan hidup serta mengusung perdamaian.(ad)

source: riauinfo.com

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com