Thursday, November 13, 2008

Harga urea di pasar internasional anjlok 70%, Produsen pupuk enggan turunkan harga

Kamis, 13/11/2008

JAKARTA: Harga pupuk urea nonsubsidi di dalam negeri untuk sektor perkebunan tidak akan diturunkan pada tahun ini, kendati di pasar international harganya telah turun secara signifikan pada kuartal IV/2008.

Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Hidayat Nyakman menjelaskan harga urea nonsubsidi di pasar domestik tetap dipatok sekitar Rp5.000 per kg, atau setara US$480 per ton kendati saat ini terjadi koreksi yang sangat tajam atas harga urea prill (butiran kecil) dan granule (butiran besar) di pasar dunia.

Berdasarkan harga acuan yang dirilis Fertecon (fertilizer economic market analysis and consultancy) harga urea prill pada pekan kedua November anjlok hingga 70% dari US$800 per ton pada akhir September menjadi US$240,5 - US$242,5 per ton. Sementara itu, harga urea granule tertekan 67,4% dari US$835 per ton menjadi US$272,25-US$310 per ton.

"Harga urea [nonsubsidi] tidak turun atau masih tetap dipatok sesuai dengan mekanisme pasar domestik. Penurunan harga sulit dilakukan mengingat urea tersebut diproduksi menggunakan bahan baku [gas] yang saat itu harganya masih tinggi," kata Hidayat ketika dikonfirmasi, kemarin.

Selama ini, lanjutnya, PKT terikat kontrak pasokan gas dengan tingkat harga sesuai dengan formula yang disepakati dan dievalusi setiap 3 bulan.

Kontrak gas

Berdasarkan data terakhir, harga? kontrak gas dengan sejumlah produsen a.l. PT Total? Indonesie EP masih berkisar US$10-US$10,5 per juta Btu (British thermal unit) untuk periode Oktober-Desember 2008.

Padahal, kemarin, berdasarkan situs Bloomberg, harga gas alam di sejumlah pusat transaksi komoditas Amerika Serikat terkoreksi antara US$6,7-US$7,58 per juta Btu.

"Komposisi bahan baku dalam pembentukan harga pokok masih cukup besar. Jika harga gas turun, kami tentu akan menyesuaikan, tetapi penurunan harga akan sulit dilakukan pada tahun ini. Mudah-mudahan untuk periode kontrak Januari-Maret 2009, harga gas bisa turun signifikan sehingga harga jual juga dapat diturunkan," ujarnya.

Penurunan harga gas pada kuartal IV/2008, ungkap Hidayat, ikut menyebabkan PKT terancam rugi hingga US$3,6 juta mengingat BUMN itu masih berkewajiban memasok amonia? ke PT Petrokimia Gresik sekitar 20.000 hingga 30.000 ton hingga akhir tahun.

"Kami berpotensi merugi sekitar US$120 per ton karena kontrak harga gasnya masih menggunakan skala harga lama untuk periode Oktober-Desember, meskipun pada kuartal IV ini harga gas sudah menurun. Karena itu, kami akan mengurangi penjualan amonia dan dibatasi hanya memasok ke Petrogres untuk meminimalisasi kerugian yang lebih besar," paparnya.

Dirjen Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian Benny Wachjudi mengakui konsumen di sektor perkebunan dan industri?? protes karena harga urea nonsubsidi di pasar domestik lebih tinggi dibandingkan dengan harga internasional.

Apabila keadaan tersebut berlanjut, ujarnya, konsumen perkebunan dan industri akan memilih untuk mengimpor urea.

"Pemerintah tidak bisa melarang rencana impor itu karena memang tidak diatur. Yang diatur pemerintah hanya terkait dengan pemenuhan SNI. Impor urea nonsubsidi selama saat ini dilakukan oleh importir umum."

Pasokan urea nonsubsidi untuk sektor perkebunan dan industri setiap tahun rata-rata mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 25% dari total produksi nasional.

Sementara itu, 75% sisanya sebanyak 4,5 juta ton dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan urea bersubsidi bagi petani. (yusuf.waluyo@bisnis. co.id)

Oleh Yusuf Waluyo Jati
Bisnis Indonesia

source: bisnis.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com