Thursday, October 16, 2008

DPR DESAK PEMERINTAH ATASI KELANGSUNGAN HIDUP PETANI SAWIT

Rabu, 15 Oktober 2008
JAKARTA (MMF) - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) meniai kebijakan pemerintah memberlakukan Pungutan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) secara progresif dalam pelaksanaan ekspor COPO dinilai sangat merugikan petani dan eksportir Indonesia.
Demikian diungkapkan oleh Sekjen DPP APKASINDO Asmar Arsjad saat audiensi dengan komisi IV DPR RI yang membidangi masalah perkebunan, pertanian, kehutanan, Rabu (15/10) di gedung DPR/MPR RI, Jakarta.
Diungkapkan APKASINDO, PE CPO yang berlaku saat ini sebesar 7,5 persen dari harga rata-rata CPO Rotterdam USD 610/MT (Matriks Ton) menyebabkan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tungkat petani sebesar pukul rataRp600/kg, sementar harga pokok petani Rp800/kg TBS. "Artinya petani mengalami kerugian sebesar Rp200/kg. Kondisi ini tidak bisa dipertahankan dengan dalih apapun, " ujar Asmar.
Menurut Asmar yang didampingi oleh Gapkasino Sumut, petani Riau dan Petani Jambi, pihaknya telah berulang kali menghimbau pemerintah agar PE CPO tidak diberlakukan secara progrresif dan maksimal pemerintah hanya memberlakukan PE CPO sebesar 5 persen. Disamping itu dana PE yang sekarang ditengarai terkumpul Rp25 triliun, hendaknya dikembalikan kepada petani dan stakeholder lainnya secara proporsional.
Anggota komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Azwar Chesputra berpendapat Anjloknya harga sawit saat ini karena dampak krisis keuangan dunia, ditambah lagi dengan adanya kebijaksanaan Pemerintah menaikkan pajak ekspor progresif. Akibatnya banyak produksi sawit di tingkat petani tidak bisa terjual dengan tertumpuk begitu saja. Selain itu juga diakibatkan panen raya berbagai tanaman kompetitor sawit di dunia, diperparah dengan ketidakmampuan pabrik kelapa sawit menampung hasil sawit petani.
Hingga saat ini, pemerintah belum bisa menanggulangi anjloknya harga sawit. Padahal Pemerintah harus mempertimbangkan untuk mencabut pajak ekspor progresif atau dengan menurunkannya hingga 0 persen
"Hendaknya dengan kondisi tersebut Pemerintah segera bergerak cepat mengambil langkah-langkah penyelamatan secara jangka pendek dan menengah akibat gejolak harga tersebut, " ujar Azwar Chesputra
Dampak merosotnya harga sawit secara drastis juga menyebabkan para petani sawit di Riau sangat terpukul. Pasalnya mereka yang sebelumnya menikmat harga sawit hingga Rp2000/kg, kini mereka harus gigit jari karena harga sawit anjlok hingga Rp 680/kg. Akibatnya petani sawit kini mengeluh atas harga TBS yang anjlok, sementara harga pupuk dan sapradi lainnya terus meningkat.
"Para petani kepala sawit kini menunda panen TBS karena hanya memperoleh untung tipis. Bahkan para petani kelapa sawit tidak memupuk sawitnya karena mahalnya pupuk, " ujarnya.
Ditambahkan Azwar, saat ini jumlah kebun kelapa sawit di Riau telah mencapai sekitar 50 persen yang dimiliki dan dikelola oleh petani-petani kelas bawah yang hanya memiliki satu atau dua hektar kebun sawit. Berbeda dengan petani, pengusaha transportasi justru memanfaatkan hujan dan isu kenaikan harga dengan menaikkan tarif sebesar 15 persen. "Pemerintah harus segera menanggulangi anjloknya harga sawit. Jika dibiarkan, dua hingga tiga bulan ke depan petani sawit Riau benar benar gulung tikar, " katanya. (aR/bmb)
source: mambangmit.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com