Thursday, November 6, 2008

Petani dan Buruh Sawit Itu Makin Butuh BLT

Kamis, 06 November 2008
PEKANBARU-Saat menyusuri sepanjang jalan menuju Kantor Pos Kabupaten Siak, tempat pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT)—80 kilometer ke arah timur dari Kota Pekanbaru, Riau—sepanjang perjalanan ternyata berupa tanjakan, turunan, dan sesekali tikungan yang tajam.
Para pelintas juga disuguhi pemandangan kebun kelapa sawit yang terhampar luas di sepanjang perjalanan, serta terlihat pipa-pipa besar berisi minyak mentah milik PT Chevron Pasific Indonesia (dahulu PT Caltex Pasific Indonesia). Di beberapa tempat, permukaan pipa berwarna hitam legam dan bertuliskan, “Awas pipa bertekanan tinggi.”
Perjalanan darat yang ditempuh sekitar dua jam memang tidak semulus yang dibayangkan. Terkadang permukaan jalan bergelombang, tidak rata. Sesekali juga berpapasan dengan truk-truk bermuatan kayu. Jika berpapasan dengan truk tersebut di tanjakan atau tikungan, jantung terpaksa berdetak kencang karena truk itu membawa beban melebihi kapasitas.
Sesampainya di tempat pembagian BLT di Kantor Pos Kabupaten Siak, ternyata para penerima BLT sudah siap sejak pagi hari. Mereka rata-rata menggunakan sepeda motor. Jarak yang ditempuh pun tidak tanggung-tanggung demi mendapatkan uang Rp 400.000. Contohnya Asim (34), warga Desa Belutu, Siak, mengatakan akibat anjloknya harga kelapa sawit di tingkat petani yang awalnya Rp 2.000 menjadi Rp 150, mata pencarian para petani pun terancam. “Setelah lebaran, harga sawit tidak terkendali. Kalau ini berlangsung beberapa bulan, banyak buruh akan kehilangan pekerjaan,” ungkapnya.
Uang yang diterima Asim akan digunakan untuk membeli kebutuhan pokok, seperti beras, dan membayar buku sekolah anaknya. “Rumah saya jauh. Sekitar 30 kilometer. Selain itu, belum mendapat listrik. Kami menggunakan lampu minyak untuk penerangan,” kata ayah dari dua putri itu. Kabupaten Siak memang belum terkena program konversi minyak tanah ke gas.
Akibat anjloknya harga sawit, banyak petani sawit yang terbelit utang. Bahkan, akibatnya lagi, menurut Kanitintel Polsek Ujung Batu Aris Taslim, kasus penjambretan jadi meningkat karena berkurangnya pendapatan petani dan buruh angkut kelapa sawit. “Akhir-akhir ini kasus penjambretan terus marak karena harga sawit yang terus menurun” kata Aris kepada SH di sela-sela pembagian BLT di Kantor Pos Ujung Batu.
Sayangnya, program pengentasan kemiskinan yang ditawarkan Pemprov Riau masih jauh dari harapan. Terbukti penerima BLT masih dari kalangan mampu. Ini terlihat dari pengamatan SH, dimana para penerima BLT ialah mereka yang memiliki sepeda motor. Daerah seperti Riau Kepulauan yang jauh dari listrik, tampaknya masih jauh dari jangkauan BLT.
Kepala Camat Ujung Batu Syaiful Bahri pun mengakui masih banyak daerah yang belum menerima karena sulitnya medan yang harus ditempuh, seperti di kawasan Suku Sakai yang berjarak 30 kilometer dari Kantor Pos Ujung Batu. Tampaknya, program yang ditawarkan Pemprov Riau seperti program pengentasan kemiskinan, pemberantasan kebodohan, dan penyedian infrastruktur pun hanya menyentuh orang-orang di pinggiran Kota Pekanbaru.
Maka, pemerintah pusat seharusnya bekerja lebih keras agar penyaluran BLT tidak salah sasaran dan jangkauan sasarannya lebih luas. (cr-4)

source: sinarharapan.co.id

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com