Monday, October 27, 2008

Biofuel: Peluang atau Angan-angan (1)

Senin, 27-10-2008
*Bersihar Lubis

Pengantar: Bank Indonesia menggelar seminar bertema “Peranan Perbankan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan & Energi di Sumatera Utara pada 29 Oktober 2008 di Medan. Berikut ini, disajikan tulisan serial tentang biofuel di Indonesia, yang tampaknya belum sehebat di Brasil (Red).

PRODUK CPO Indonesia sekitar 16-17 juta ton setahun, mirip calon anggota DPR-DPRD (caleg) yang bagai cendawan di musim hujan. Tidak seimbang dengan sedikitnya kursi tersedia yang diperebutkan di parlemen, sehingga kompetisi sangat ketat dan tajam.Tak heran ketika harga sedang pahit di pasaran dunia, produk CPO yang berlimpah-ruah itu menjadi lost economics. Maklum, untuk kebutuhan domestik (minyak goreng) hanya 26% saja. Sisanya, maaf, mirip caleg yang mayoritas diprediksi kandas untuk mencapai “pulau impian.”Fenomena inikah gerangan yang disebut budaya mangan ora mangan asal ngumpul? Tatkala harga minyak nilam tinggi, ramai-ramai bertanam nilam seraya memberangus kebun karet. Akibatnya, over produksi, lalu harga nilam jatuh.

Padahal prospek harga karet alam lebih terjamin karena karet sintetis yang membutuhkan energi BBM semakin mahal pula.Semestinya, ibarat berjualan telur, letakkanlah di banyak keranjang. Alokasi CPO tak cuma untuk migor, dan komoditas ekspor. Selain untuk bahan baku industri hilir domestik (farmasi, kosmetik dsb), ada peluang baru, yakni untuk industri biofuel.

Ini sangat strategis karena bisa menggantikan cadangan minyak bumi yang semakin langka. Apalagi kebijakan harga BBM pun rawan merembes ke wilayah politik. Mulai dari Gus Dur, Mega dan SBY didemo habis-habisan disertai pergolakan politik di DPR. Tragisnya, era keemasan BBM murah pun kian meredup.Sebetulnya, cita-cita pengembangan bahan bakar alternatif berbahan baku nabati (biofuel) telah diwujudkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) pada 25 Januari 2006 silam.

Angan-angan cemerlang ini pernah tercetus pada 1980-an. Seandainya 28 tahun silam intensif dilakukan, mungkin kisah getir CPO dewasa ini tidak akan terjadi. Ironisnya, program itu setop karena harga BBM menurun. Ketika “musuh” pergi kita pun terlena. Tidak konsepsional, tidak konsisten. Kala itu, ada program gasohol: bensin dicampur 10 persen etanol. Bahkan, lembaga penelitian dan pilot plant pembuatan etanol dari pati singkong di Lampung telah beroperasi. Tapi tragisnya, dokumennya hilang. Mudah-mudahan saja, target biofuel 10 persen pada 2010 tidak menjadi angan-angan belaka. (Bersambung)*Wartawan MedanBisnis

source: medanbisnisonline.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com