Monday, October 27, 2008

Pabrik di Simalungun Beli TBS Rp 580/kg

Petani Tanggapi Dingin
Selasa, 28-10-2008
*samsudin harahap

MedanBisnis – Pematangsiantar Setelah sempat ambruk ke harga Rp 150/kg, maka minggu ini harga TBS (tandan buah segar) sawit di Simalungun mulai merangkak naik menjadi Rp 580/kg. Namun kenaikan harga TBS tersebut belum cukup untuk menutupi biaya pemanenan, apalagi untuk biaya pemupukan.

Karena itu, informasi tentang harga jual TBS yang tinggi ke pabrik kelapa sawit(PKS) secara langsung dianggap dingin saja oleh petani. Soalnya, petani tidak punya akses langsung ke PKS, selama ini mereka hanya menjual produknya ke agen pengumpul saja.

Soal usulan untuk membentuk wadah petani sawit agar bisa berhubungan langsung dengan pabrik juga tidak mereka gubris, sebab mereka sudah tidak percaya lagi dengan wadah-wadah seperti itu. Mereka lebih percaya kepada agen pengumpul yang bisa memberikan pinjaman modal, hanya dengan jaminan petani akan menjual hasil panen sawit kepada agen tersebut.

Bahkan mereka tidak mau tahu soal kebijakan pemerintah untuk mendongkrak harga dengan menurunkan pajak ekspor(PE) TBS dari 7,5% menjadi 2,5%. Mereka hanya menunggu harga sawit bisa naik kembali hingga minimal Rp 1.000/kg. Kondisi ini dipaparkan oleh beberapa orang petani sawit di Kabupaten Simalungun kepada kepada MedanBisnis, Senin (27/10).

Hardono Purba (35) petani sawit di Raya Kahean mengakui bahwa minggu ini harga sawit telah bergerak naik hingga mencapai Rp 520 – Rp 580/kg. Namun, katanya, dengan harga sebesar itu belum bisa mengatasi biaya produksi petani. “Jangankan untuk biaya pemupukan, untuk ongkos memanen saja harga Rp 580/kg itu tidak cukup,” cetusnya.

Menurut Hardono,agar petani sawit tidak terpuruk serta mampu untuk menutupi biaya produksi dan pemupukan, maka harga TBS minimal Rp 1.000/kg. Hermanto Sipayung(30), petani sawit di kecamatan Silau Kahean kabupaten Simalungun, mengatakan ambruknya harga sawit baru-baru ini sangat mengancam kelangsungan para petani sawit. Kenaikan harga sawit minggu ini, katanya, juga belum bisa meringankan beban petani.”Kenaikan harga sawit minggu ini belum berarti apa-apa untuk bisa meringankan para petani,”katanya.

Hermanto juga tidak setuju dengan usulan pembentukan wadah petani,agar petani bisa menjual langsung ke pabrik dengan harga tinggi. Karena,lanjutnya,sebenarnya sudah lama ada wadah seperti itu,namun fungsi dan manfaatnya kepada petani sama sekali tidak ada.Dia mencontohkan wadah seperti KUD(Koperasi Unit Desa) yang sama sekali tidak bisa membantu peningkatan pendapatan petani. “Malah pengurus KUD tersebut berperan sebagai tengkulak-tengkulak yang ganas kepada petani,”katanya. Kondisi itulah yang menyebabkan petani lebih suka menjalin kesepakatan dengan agen pengumpul yang bisa memberi pinjaman modal dengan ikatan menjual hasil panennya kepada agen tersebut.

Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut Abdul Hakim Siagian SH Mhum,melalui telepon seluler,Senin(27/10) sore mengatakan kepada Medan Bisnis,bahwa untuk menjaga situasi harga yang stabil dan pantas untuk didapatkan petani,maka pemerintah harus proakttif turun kelapangan mengawasinya.

Menurutnya,setelah menurunkan PE dari 7,5% menjadi 2,5%,maka pemerintah harus mengawalnya sampai ke lapangan.Dikatakannya bahwa nantinya penurunan PE itu jangan hanya menguntungakan pengusaha dan agen sawit saja,sementar petani tetap terpuruk karena harga tidak naik juga.“Jangan penurunan PE tersebut nantinya hanya dimanfaatkan agen-agen dan pengusaha sawit nakal untuk keuntungan mereka saja”ujarnya.Untuk itu,lanjutnya,pemerintah harus dengan tegas menindak pengusaha dan agen sawit yang nakal dan merugikan petani sawit.

source: medanbisnisonline.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com