Monday, October 27, 2008

Gubernur Riau Didesak Membuat Peraturan Harga TBS

Edisi Selasa, 28 Oktober 2008
Pekanbaru, (Analisa)

Gubernur Riau didesak membuat Peraturan Gubernur (Pergub) tentang standarisasi harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, menyusul anjloknya harga komoditi tersebut di pasaran.
Desakan itu terungkap dalam dengar pendapat (‘hearing') antara anggota Komisi B DPRD Riau dengan utusan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Riau (Gapki) dan instansi terkait lainnya di gedung dewan setempat, Senin (27/10).

Hearing yang dipimpin Wakil Ketua Komisi B, AB Purba, SH berjalan cukup alot karena masing- masing pihak memberikan penjelasan terkait fenomena turunnya harga TBS, sebagai implikasi krisis keuangan global.

“Yang paling terpukul itu adalah petani sawit swadaya, karena tidak bermitra dengan pihak pabrik kelapa sawit (PKS). Akibatnya harga beli TBS ditentukan PKS. Dengan alasan harga CPO turun, PKS menggunakannya sebagai senjata untuk membeli sawit petani serendah-rendahnya bahkan hanya Rp200 per kilogram (kg),” tuturnya.

Di Riau sendiri, imbuh Purba, jumlah petani swadaya cukup besar. Akan menjadi masalah besar jika kondisi ini tidak bisa dicari jalan keluarnya.

Hearing yang berlangsung hingga tiga jam ini, akhirnya menyimpulkan mendesak gubernur untuk membuat Pergub Riau yang mengatur standarisasi harga TBS di pasaran. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi petani sawit. Untuk menggagasnya perlu dibentuk tim yang terdiri dari lintaskerja.

Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Riau Susilo SE mengatakan, sejumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) terancam tutup, jika harga jual Cruide Palm Oil (CPO) tidak membaik.

PKS tidak mungkin menjual CPO ke pasaran karena harga jualnya sangat rendah dan tidak sebanding dengan harga produksi. Rendahnya harga jual CPO ini dengan sendirinya akan mengancam kelangsungan hidup petani-petani kelapa sawit di Riau.

Menurut Susilo, turunnya harga jual CPO saat ini selain terjadinya krisis global juga disebabkan isu lingkungan yang dihembuskan NGO-NGO (Non Government Organisation/LSM) yang ada.
Isu yang dihembuskan NGO adalah CPO yang diproduksi dari Indonesia tersebut tidak ramah lingkungan dan banyak tanaman kelapa sawit yang ditanam di lahan-lahan rawa, sehingga pasaran dunia enggan membeli CPO tersebut.

Ke depan tambahnya, hendaknya harus ada industri hilir yang bisa mengolah CPO yang ada jika pasaran dunia tidak mau membeli CPO tersebut. Jika industri hilir tersebut tidak juga didirikan persoalan ini tidak akan pernah selesai, karena ketergantungan terhadap pasaran dunia sangat kuat sekali. Sementara pasar bisa sewenang-wenang menetapkan harga dengan berbagai dalih.
Terlepas dari soal itu, hingga berita ini turunkan Senin (27/10) pukul 20.30 WIB masih berlangsung pertemuan antara Gubernur Riau Wan Abubakar dengan pengusaha kelapa sawit dan karet di daerah itu.

Pertemuan yang berlangsung di Balai Pauh Janggi, kediaman Gubernur, Jalan Diponegoro, Pekanbaru untuk mencari solusi penanganan krisis harga sawit dan harga karet di Riau. (dw)

source: analisadaily.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com