Wednesday, October 15, 2008

Harga Sawit Anjlok Hingga Rp 350 per Kilogram

Rabu, 15/10/2008 03:52 WIB
Palembang
- Krisis ekonomi secara global berdampak cukup kuat terhadap petani di Sumatra Selatan. Sejak sepekan ini, harga sawit hanya Rp 350 per kilogram di tingkat petani. Harga itu pun masih harus dikurangi Rp 100 per kilogram, sehingga pendapatan bersih petani Rp 250 per kilogram.
Amarizal, pengepul sawit, mengatakan harga itu baru diperolehnya setelah pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) menurunkan harga beli ke pengepul menjadi Rp 650 per kilogram TBS. "Karena harga sawit dari pabrik turun, tentu kami juga menurunkan harga beli ke petani, kata Amrizal.
Sejak harga sawit anjlok, produksi TBS dari petani juga merosot sampai separuh lantaran sebagian besar petani tidak bisa membeli pupuk. Padahal, pupuk merupakan kebutuhan utama untuk meningkatkan produksi.
Kopi Juga Anjlok
Sementara sejak satu minggu terakhir ini harga biji kopi terus mengalami penurunan Rp 11.500/kg, turun dari harga sebelumya Rp 15.000 per kg. Padahal sebelumnya harga kopi bisa mencapai Rp 18.000 per kg.
Penurunan tersebut cukup membuat petani di Kota Pagaralam mulai beralih mencari alternatif lain seperti bertanam sayur atau menanam padi. Namun demikian penurunan juga sangat dipengaruhi terjadinya krisis ekonomi global.
Menurut Agen Kopi Kota Pagaralam, Demyati Rais, penurunan harga kopi sangat dipenagaruhi dengan situasi ekonomi dunia yang terjadi pasang surut atau pengaruh krisia ekonomi dunia global.
”Harga kopi terus mengalami penurunan secara berangsur-angsur akibat melorotnya situasi ekonomi dunia saat ini. Bahkan dalam kurun waktu beberapa hari ini harga terus mengalami penurunan. Krisis Finansial yang melanda Amerika juga berdampak bagi harga kopi dunia termasuk di Kota Pagaralam. Sejak terjadinya krisis tersebut komoditas andalan petani di Kota Pagaralam harganya terus anjlok,” ungkapnya.
Khawatir Semakin Anjlok
Menurut Dun (25) Warga Dusun Janang Kelurahan Agung Lawangan Dempo Utara, tidak banyak petani yang masih menyimpan biji kopi untuk dijadikan tabungan menunggu harga lebih tinggi atau menembus angka di atas Rp 20.000/kg. Kalaupun ada bukan sengaja disipan tapi karena ada petani yang mengalami musim yang tidak serentak disetiap daerah di Kota Pagaralam. Sehingga pada saat menjual juga terlambat.
“Kami memang ada menyimpan tapi tidak terlalu banyak hanya beberapa karung saja, kalau pun harga naik itu yang diharapkan kalau tidak akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sejumlah petani di Kota Pagaralam menjadi cemas, soalnya kopi merupakan hasil pertanian di Kota Pagaralam, sehingga apabila berlangsung lama akan berdampak pada perekonomian masyarakat,” ungkap Dun.(tw/anw)

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com