Tuesday, November 4, 2008

Anjloknya Harga TBS Tak Pengaruhi Sirkulasi Kredit di Tapteng, Sejumlah PKS Hentikan Kegiatan Ekspor CPO

Edisi Rabu, 5 November 2008

Pandan, (Analisa)

Anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kabupaten Tapanuli Tengah hingga mengalami keruntuhan di level terendah yakni Rp200-300 per kilogram, hingga saat ini belum mempengaruhi proses pengembalian kredit di perbankan.

Hal tersebut diakui pimpinan PT. Bank Sumut cabang pembantu Pandan, Hotlan Gultom kepada Analisa, Selasa (4/11) di ruang kerjanya, kendati harga TBS kelapa sawit di daerah setempat ikut anjlok akibat imbas krisis ekonomi global yang melanda dunia saat ini, namun proses pengembalian kredit dari sejumlah petani selaku nasabah Bank Sumut cabang pembantu Pandan masih normal.

“Terhitung dari triwulan atau hingga akhir September 2008, Bank Sumut cabang pembantu Pandan telah menyalurkan dana kredit termasuk di antaranya untuk bidang pertanian dan perkebunan dengan total anggaran mencapai 80 miliar rupiah lebih, namun sampai saat ini, belum ada satupun nasabah kita yang menunggak angsuran kredit pinjaman yang digulirkan,” ungkap Hotlan.

Menurutnya, tidak semua petani kelapa sawit khususnya di sejumlah kecamatan di antaranya, Pandan, Tukka, Badiri, Pinangsori, Sibabangun dan Sukabangun Kabupaten Tapteng semata-mata menggantungkan hidupnya dari hasil kebun kelapa sawit yang dimiliki, melainkan ada usaha lain seperti pedagang, PNS maupun pengusaha swasta lainnya, sehingga masih bisa menutupi dan membayarkan kewajiban kreditnya di Bank.

Disamping itu, kata Hotlan, pada waktu nasabah ingin melakukan akad kredit, pihaknya selalu menganjurkan agar para nasabah tersebut bersedia menabung dan menyimpan uangnya di Bank Sumut untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan termasuk bertujuan sebagai salah satu langkah antisipasi kredit macet.

Sementara itu, salah seorang pemilik kebun kelapa sawit di Kecamatan Tukka, Tapteng, R br Siregar (48) saat ditemui secara terpisah mengaku, turut merasakan imbas dari anjloknya harga TBS yang terjadi hingga saat ini.

“Sejak harga TBS anjlok, kita sudah tidak pernah lagi menikmati hasil dari kebun kelapa sawit, karena hasil panen yang diperoleh, sudah tidak sebanding lagi dengan biaya produksi yang dikeluarkan,” ungkapnya.

Oleh karenanya, TBS sawit tersebut terpaksa direlakan dipanen sendiri oleh para pekerja yang selama ini menjaga dan merawat kebun kelapa sawitnya sebagai pengganti upah guna memenuhi kebutuhan hidup para pekerja. Sebab, jika TBS dibiarkan membusuk di pohon, dikhawatirkan akan merusak pohon dan akan mengganggu sirkulasi panen berikutnya, katanya.

Dia juga mengaku, selama membuka kebun sawit seluas 8 hektar lebih di Kecamatan Tukka, Tapteng, pihaknya tidak pernah menggunakan bantuan kredit dari perbankan, karena masih mampu membiayainya dari hasil usaha lain yang digeluti.

Bertahan Hidup
Berbeda dengan penderitaan yang dialami sejumlah petani yang berada di Kecamatan Manduamas dan Sirandorung yang baru-baru ini terpaksa menjual barang berharga miliknya seperti perhiasan emas, sepeda motor dan lainnya, hanya untuk mempertahankan hidup dan sekolah anaknya, akibat anjloknya harga TBS yang saat ini hanya bertengger di angka Rp180 – Rp300 per kilogram.

Dimana, para petani mengaku uang hasil penjualan perhiasan tersebut digunakan untuk membeli beras dan kebutuhan lainnya, sebab hasil penjualan dari kelapa sawit sudah tidak cukup lagi untuk kebutuhan sehari-hari.

Di waktu berbeda, Dirut PT Bintang Nauli Pratama, Dody Batubara kepada wartawan mengatakan, sejak harga TBS anjlok, operasional pabrik kelapa sawit (PKS) miliknya terpaksa diturunkan 50 persen menjadi 35-40 ton crude palm oil (CPO) per hari dari sebelumnya memproduksi 70-100 ton CPO per hari. Keseluruhan CPO tersebut hanya dapat dipasarkan ke pabrik pengolehan minyak goreng, sedangkan untuk kegiatan ekspor terpaksa dihentikan sementara waktu.

“Soalnya, harga TBS di tingkat petani di daerah setempat masih mengalami stagnasi di level Rp200 per kilogram, bahkan di tingkat pabrik, harganya hanya mencapai Rp400 per kilogram dari sebelumnya yang sempat bertahan di angka Rp500 per kilogram,” terangnya. (yan)

source: analisadaily.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com