Tuesday, November 4, 2008

Bawalah CPO kembali terbang (II)

Selasa, 04/11/2008

Bagian terakhir dari dua tulisan
Presiden Direktur Gozco Plantations Tjandra M. Gozali mengatakan perseroan telah menyiapkan dana dari kas internal sekitar Rp500 miliar untuk keperluan akuisisi kebun tersebut.

Saat ini Gozco memiliki lahan seluas 60.000 hektare. Dari jumlah itu, 15.000 hektare sudah ditanami, dan sisanya seluas 45.000 hektare masih belum dikembangkan.

Khusus untuk perkebunan kelapa sawit di wilayah Sumatra Selatan, perseroan memiliki lahan seluas 13.050 ha dengan lahan cadangan 5.417 ha, dan status izin lokasi 10.815 hektare.

Dengan tambahan lahan yang sudah berproduksi seluas 10.000 hektare, memungkinkan perseroan meningkatkan produksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/ CPO) menjadi 80.000 ton per tahun, dari sebelumnya 50.000 ton per tahun.

Kemudian, sebanyak 44 perusahaan asing telah mengakuisisi perusahaan perkebunan dalam negeri yang mengelola areal perkebunan sawit seluas 442.016 hektare (ha) di berbagai daerah di Tanah Air.

Ke-44 perusahaan asing itu tertera dalam daftar Rekomendasi Menteri Pertanian yang dikeluarkan Pusat Perizinan dan Investasi (PPI) dalam rangka pengalihan kepemilikan saham perusahaan perkebunan dari Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) kepada Perusahaan Modal Asing (PMA) sejak 2006 hingga 2007. Dari 44 perusahaan asing itu, 16 di antaranya adalah perusahaan perkebunan asal Malaysia, yang menguasai areal perkebunan seluas 137.942 ha dengan nilai investasi sebesar Rp3,44 triliun.

Apes. Prediksi soal harga CPO yang akan membaik atau memecahkan rekor harga 2007, berada di ujung tanduk.

Bahkan, kini, bukan hanya berimbas pada tidak menariknya saham perusahaan perkebunan sawit. Petani pun mulai menangisi keadaan yang semakin tidak bersahabat. Kini harga tandan buah segar (TBS) kian merosot dari Rp1.800 per kg menjadi Rp200 per kg.

Akibatnya, petani sawit saat ini resah. Banyak yang menunggak kredit barang konsumtif seperti mobil, sepeda motor, rumah, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Bahkan ada beberapa di antara petani kini stres, karenanya pemerintah daerah segera mengambil langkah penyelamatan.

Batal kontrak

Sementara itu, Direktur pabrik kelapa sawit PT Kirana Sekernan Jambi, Benly Tarigan mengakui krisis ekonomi saat ini membuat pengusaha kesulitan menjual minyak mentah kelapa sawit.

Tak ayal, target ekspor CPO sebanyak 14 juta ton menjadi sulit dicapai meski pemerintah telah memutuskan penurunan Pungutan Ekspor (PE) CPO November dari 2,5% menjadi 0%.

"Ini kebijakan yang sebenarnya sedikit terlambat. Sekarang masalahnya permintaan turun akibat krisis keuangan global yang berdampak pada turunnya konsumsi," kata Akmaluddin Hasibuan.

Ketua Harian Gapki Derom Bangun mengatakan target ekspor CPO kemungkinan tidak tercapai mengingat banyaknya pembatalan kontrak yang terjadi dan turunnya harga minyak mentah dunia yang menyebabkan konsumsi bahan bakar minyak naik dan bahan bakar nabati turun.

Rata-rata ekspor per bulan sebesar 1 juta ton. Namun, ekspor November diperkirakan tidak mencapai 1 juta ton, perkiraan sekitar 500.000 ton-700.000 ton.

Turunnya konsumsi CPO di negara tujuan ekspor menyebabkan terjadinya pembatalan kontrak oleh importir terutama dari China dan India. Selain itu, India juga ditengarai sedang berencana menaikkan kembali Bea Masuk (BM) impornya karena harga CPO terus mengalami penurunan.

Sebelumnya, ekspor CPO pada 2008 ditargetkan 14 juta ton dari produksi 2008 sebanyak 18,8 juta ton. Sisanya, 4,8 juta ton diserap pasar dalam negeri. Ekspor 2007 tercatat sekitar 12,6 juta ton. Ekspor CPO terutama ditujukan ke Belanda, India, Jerman, Italia, Spanyol, dan China.

Data Gapki per akhir Juli 2008 menyebutkan ekspor CPO baru mencapai 8 juta ton. Tak ayal, Gapki ragu volume ekspor CPO dalam 6 bulan terakhir bisa 6 juta ton atau rata-rata 1 juta ton per bulan.

Stok sekarang 2,4 juta ton. Itu menandakan demand di luar negeri sedang turun. Oleh karena itu, kewajiban penggunaan bahan bakar nabati bagi transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik dalam negeri dapat menyerap kelebihan pasokan CPO yang tidak bisa diekspor dan mendongkrak harga.

Mari, kita terbangkan kembali CPO. Mungkin, itu tekad yang harus dibangun, dipegang dan diterapkan dalam kondisi saat ini. Tekad itu harus menjadi komitmen.

Dengan begitu, setelah PE diturunkan pemerintah menjadi 0%, pasok bahan baku tidak justru terganggu lantaran semua CPO terbang ke pasar ekspor. Sebab, kendati harga turun, menguatnya nilai dolar AS, membuat harga jual CPO tidak buruk. Penguatan pasar domestik harus menjadi komitmen bersama. (martin.sihombing@bisnis.co.id)

Oleh Martin Sihombing
Wartawan Bisnis Indonesia

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com