Monday, November 3, 2008

Bawalah CPO kembali terbang

Senin, 03/11/2008
Bagian pertama dari dua tulisan

Pada Mei 2008. saat harga crude palm oil mendekati US$800 per ton, sikap optimistis dari kalangan minyak sawit mentah itu-harga akan menembus level harga tertinggi sepanjang sejarah sawit di Indonesia yakni US$450 per ton pada 2007-terasa sekali. Kebahagiaan memuncak dalam dada mereka.

"Awal Mei baru sebesar US$ 740 per ton. Tidak tertutup kemungkinan, harga akan terus naik," kata Ketua Harian Gabungan Produsen Kelapa Sawit Indonesia Derom Bangun kala itu.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaluddin Hasibuan memperkirakan, pada tahun depan akan ada koreksi harga pada kisaran US$800 per ton.

Prediksi itu nyaris tidak meleset. Harga yang pada 2005-2006 berada di kisaran US$300 per ton dan US$450 pada 2007, kemudian, tahun ini, sempat mencapai level US$1.200 per ton. Bahkan, kembali diprediksi, akan menembus angka US$1.300 per ton. Sebab, harga minyak mentah dunia terus melonjak.

Kemudian, lembaga pemeringkat Moody`s mengatakan produsen CPO Asia masih akan menikmati tingginya harga komoditas itu di pasar internasional 12-18 bulan mendatang, meski pertumbuhan biofuels hanya tumbuh sedikit.

"Peningkatan yang cepat dan harga tinggi yang terus berlangsung selama 18 bulan terakhir memperkuat neraca keuangan produsen CPO di Asia yang meresponsnya dengan membeli lebih banyak perkebunan dan memperluas areal penanaman," kata Moody`s.

Berdasarkan riset Mandiri Sekuritas belum lama ini, sebelum harga CPO anjlok, saham emiten sektor perkebunan sudah tergolong mahal harganya, tetapi tetap menarik untuk jangka panjang. Hal tersebut ditopang potensi kenaikan harga CPO. Dibandingkan dengan saham-saham emiten perkebunan di Malaysia, saham-saham Indonesia jauh lebih rendah. Oleh sebab itu, Mandiri Sekuritas memprediksi, harga CPO berpotensi meningkat hingga 25% sampai akhir 2008.

Pasar dunia

Tingginya permintaan industri biodiesel dengan menggunakan bahan baku CPO dan minyak nabati lainnya ikut mendorong kenaikan harga CPO di pasar dunia, sedangkan rata-rata kenaikan pendapatan emiten perusahaan perkebunan sawit diproyeksikan tumbuh 5-16% tahun ini.

Di tengah kondisi 'hujan duit' dan prediksi yang melelapkan tidur itu, sejumlah perusahaan ekspansi. PT Sampoerna Agro Tbk, misalnya, melakukan penanaman baru kelapa sawit seluas 4.827 hektare di dua provinsi selama Juni 2008. Hingga Juni 2008, perseroan itu telah merealisasikan penanaman baru di Ogan Komering Ilir (OKI) Sumsel, seluas 3.528 ha.

Per 30 Juni, mereka menambah sekitar 3.500 ha di OKI. Sampai akhir tahun ini, akan tambah lagi. Kendati luasnya akan diperhitungkan kembali. Di Kalbar, Sampoerna diketahui telah merealisasikan penanaman baru di lahan seluas 1.327 ha dari konsesi di kawasan itu seluas 27.370 ha.

PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) juga merencanakan mengakuisisi lahan kosong seluas 200.000 hektare (ha) di Pulau Kalimantan dan Sulawesi sepanjang tahun ini. Nilai akuisisi tersebut diperkirakan mencapai Rp5 triliun dengan asumsi satu hektare lahan senilai Rp 25 juta.

Seiring dengan kebijakan pemerintah lebih mengutamakan CPO di dalam negeri, kebijakan ini juga cukup menguntungkan bagi perseroan dan perusahaan CPO lainnya. Pasalnya, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk ekspor.

Tak ayal perusahaan yang ikut bermain di minyak kelapa sawit bertambah. PT Citra Kebun Raya Agri (CKRA) Tbk, ikut mengembangkan minyak kelapa sawit mentah, setelah melihat peluang besar pasar CPO di pasar internasional yang masih tinggi hingga 5-10 tahun mendatang.

Tidak ingin setengah-setengah dalam berbisnis, perusahaan yang awalnya bergerak di bidang properti, dengan nama PT Ciptojaya Kontrindoreksa, mengalihkan 100% fokus bisnis di sektor perkebunan, khusus kelapa sawit.

Di mata mereka, peluang CPO sangat bagus. Harga di dunia kan naik sampai 300%. Maka, perusahaan ini ikut terjun kembangkan CPO, yang baru berjalan 2007 .

PT Gozco Plantations Tbk, juga. Mereka menjajaki pinjaman bank sebesar Rp500 miliar untuk mendukung akuisisi lahan sawit seluas 10.000 hektare senilai Rp800 miliar-Rp1 triliun. (martin.sihombing@bisnis.co.id)

Oleh Martin Sihombing
Wartawan Bisnis Indonesia

source: bisnis.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com