Monday, November 3, 2008

Ekspor Turun Terimbas Harga Migas

[ Selasa, 04 November 2008 ]

JAKARTA - Turunnya harga minyak dan gas (migas) ikut memengaruhi nilai ekspor. Secara keseluruhan, nilai ekspor mengalami penurunan. Ekspor September misalnya, hanya mencapai USD 12,23 miliar atau menurun 2,15 persen dibanding Agustus 2008. Namun jika dibandingkan September tahun lalu, masih bertumbuh 28,53 persen.

Ekspor migas sendiri anjlok drastis hingga 17,13 persen, yakni dari USD 2,9 miliar menjadi USD 2,4 miliar. "Ekspor total turun karena penurunan tajam pada ekspor migas," kata Kepala BPS Rusman Heriawan di kantornya kemarin (3/11).

Untuk ekspor non migas, kata Rusman, masih tumbuh 2,45 persen hingga mencapai USD 9,8 miliar. Dibanding September tahun lalu, ekspor non migas malah tumbuh lebih tinggi, yakni 31,7 persen.

Minyak kelapa sawit (CPO) masih terus memegang peranan kinerja ekspor. Peningkatan tertinggi ekspor non migas pada September terjadi pada lemak dan minyak hewan dan nabati, termasuk CPO sebesar USD 191,2 juta.

Secara kumulatif, ekspor Januari-September telah mencapai USD 107,65 miliar, atau tumbuh 29,69 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan ekspor nonmigas mencapai USD 83,31 miliar atau meningkat 23,36 persen.

Rusman mengatakan ekspor tahun ini masih belum akan terpengaruh krisis finansial di AS dan Eropa. Ini karena efek putaran pertama tidak dialami oleh Indonesia. Ekspor ke AS bahkan masih berada di urutan kedua setelah Jepang dengan nilai USD 1,23 miliar. Revisi target ekspor baru akan dilakukan pada 2009, karena dampak putaran keduanya sudah akan menerpa Indonesia.

"Ekspor 2008 ini biar bagaimanapun masih aman, karena kita tidak kena first round effect," jelas Rusman. Di sisi lain, nilai impor pada September mencapai USD 11,21 persen atau menurun 5,53 persen dibanding Agustus. Impor migas mencapai USD 2,52 miliar dan non migas USD 8,69 miliar.

Terkait industri dalam negeri, produksi industri pengolahan besar dan sedang pada Triwulan III 2008 naik 1,60 persen. Pertumbuhan tersebut paling besar disumbang oleh industri jenis alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat sebesar 48,03 persen. Juga, industri furnitur dan pengolahan lainnya 43,43 persen. "Jadi belum terlihat gejala industrialisasi," timpalnya.

Namun lampu kuning terjadi pada industri pengolahan besar dan sedang yang mengalami penurunan produksi sebesar 1,79 persen pada September. Jika dibandingkan dengan September tahun lalu, juga menurun 0,85 persen. (sof/bas)

source: jawapos.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com