Thursday, October 30, 2008

Jurus Antisipasi Krisis Jangan Melempem di Pelaksanaan

Kamis, 30 Oktober 2008 00:03 WIB

TERBITNYA jurus baru penangkal krisis oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Selasa (28/10) malam, mendapat tanggapan positif oleh kalangan usaha.
Sejauh ini mereka menilai jurus-jurus tersebut bisa membantu pemulihan ekonomi nasional, asalkan ada komitmen agar kebijakan tersebut tidak 'melempem' di tengah jalan.
"Pengusaha senang, setuju, dan mendukung keputusan itu (langkah atasi
krisis), akan tetapi jangan ragu dalam mengimplementasi berbagai kebijakan demi mendukung dunia usaha," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi menanggapi 10 kebijakan untuk mengatasi gejolak keuangan yang terjadi saat ini.
Seperti diberitakan Media Indonesia (29/10), 10 jurus tersebut juga menyentuh sektor riil. Antara lain membatasi impor barang garmen, elektronik, makanan, minuman, mainan anak-anak, dan sepatu.
Juga akan membatasi tempat pembongkaran komoditas tersebut, yakni di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, serta dua bandara yakni Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Juanda.
"Dari dulu... berantas barang ilegal, berantas penyelundupan. Tetapi, kenyataannya barang impor membanjiri dan merusak pasar dalam negeri," kata Sofyan.
Karena itu, saat ini, tegasnya, yang penting adalah pelaksanaan di lapangan harus konkret. Tidak hanya janji-janji yang selalu menjadi jargon dalam menjaga kesinambungan ekonomi.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno bahwa keputusan yang tepat membutuhkan kecepatan untuk mengeksekusinya.
"Agar kepercayaan tidak semakin tererosi. Sebelumnya Presiden telah mengeluarkan arahan serupa dalam ten commandemend terdahulu. Namun upaya menggerakkan sektor riil belum terlaksana di tataran teknis," papar Benny.
Soal itu, Sekjen Electronic Marketer Club (EMC) Handojo Sutanto mencontohkan masih ada beberapa bank yang enggan memfasilitasi penjaminan ekspor akibat terlalu berisiko. "Ada beberapa bank yang mengurangi transaksi letter of credit (LC) karena adanya risiko di bank korespondensi," ucap Handojo.
Adapun, soal pembiayaan ekspor ini, dalam 10 langkah yang akan diambil pemerintah untuk atas krisis disebutkan bahwa untuk menjaga keberlangsungan ekspor, pemerintah dan BI akan menyediakan fasilitas rediskonto wesel ekspor mulai 1 November mendatang.

Pajak ekspor CPO
Sementara itu, mengenai penghapusan pajak ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pengusaha sawit menyambut baik kebijakan tersebut. Aturan baru itu diharapkan dapat menggenjot ekspor CPO dalam dua bulan terakhir dari 500 ribu ton menjadi 700 ribu ton.
Menurut Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun, ekspor CPO per bulan telah mengalami penurunan sejak Agustus sebesar 50%, dari satu juta ton menjadi setengah juta ton. "Dengan ketentuan PE 0% ini, untuk ekspor November diharapkan naik jadi 700 ribu ton," katanya di Jakarta, Rabu (29/10).
Kendati demikian, secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaluddin Hasibuan mengatakan target ekspor CPO sebanyak 14 juta ton tetap tidak bisa tercapai.
"Ini kebijakan yang sebenarnya sedikit terlambat. Sekarang masalahnya permintaan turun akibat krisis keuangan global yang berdampak pada turunnya konsumsi," katanya.(Ant/E-1)

source: mediaindonesia.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com