Thursday, October 30, 2008

Pengusaha dan Pelaku Industri Sambut Baik Pemanfaatan CPO Jadi Biodiesel

Medan, (Analisa)

Pengusaha dan pelaku industri menyambut baik kebijakan pemerintah yang mewajibkan pemakaian Bahan Bakar Nabati (BBN).

Langkah ini dinilai efektif untuk menyerap kelebihan stok minyak sawit mentah (CPO) yang melimpah. Selain itu, pemakaian Bahan Bakar Nabati (BBN) dipastikan dapat menghemat biaya produksi industri di tengah krisis.

Hal itu dikatakan bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara (Sumut) Laksamana Adiyaksa kepada wartawan, Kamis (30/10).

Menurutnya, kebijakan tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 tahun 2008 tentang Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar Lain.

Dalam Permen tersebut dinyatakan pemanfaatan biodiesel untuk transportasi pada Oktober-Desember 2008 sebanyak 1 persen akan dinaikkan secara bertahap menjadi 20 persen pada tahun 2025. Sedangkan untuk industri dan komersial sebesar 2,5 persen serta pembangkit listrik 0,1 persen.

Untuk itu pengusaha siap produksi dan menggunakannya, karena pemakaian BBN ini memang lebih efisien. Khusus bagi industri CPO tentu akan menjadi pasar baru. Sehingga diharapkan bisa menyerap Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit petani di daerah ini.

Dia menambahkan, jika ini yang terjadi harga TBS juga diharapkan naik.

Lebih efektif

Menurut Laksamana, pemanfaatan biodiesel untuk bahan bakar ini juga lebih efektif dan cepat daripada harus mengembangkan industri hilir yang membutuhkan investasi besar dan waktu relatif lebih lama.

Pada prinsipnya yang dilakukan hanya pencampuran BBM fosil dengan minyak RBD (Refine Bleached Dedorize olein). Untuk komposisi tergantung peruntukan mesin yang disiapkan.

Jika motor bergerak seperti alat transportasi komposisi RBD bisa mencapai 20 persen dan BBM fosil 80 persen. Sedangkan untuk motor tak bergerak, seperti genset dan mesin pengolahan, RBD bisa lebih banyak mencapai 80 persen.

Investasinya tentu lebih murah dibandingkan membangun industri hilir. Karena yang diperlukan hanya mesin pencampur dan tangki penyimpanan campuran katanya.

Dengan pencampuran ini harga bahan bakar yang dihasilkan jauh lebih murah ketimbang menggunakan BBM fosil. Ditambahkannya, beberapa perusahaan juga telah menerapkannya sejak tahun 2006 lalu.

Mengenai produksi, pihaknya menjamin produksi cukup dan dipastikan selalu tersedia. Dia mengatakan produksi CPO nasional mencapai 18 juta ton per tahun.

Dari jumlah tersebut dimanfaatkan untuk minyak goreng sekitar 4,5 juta ton, produksi RBD 4 juta ton. Kondisi saat ini stok biodiesel mencapai 2,5 juta per tahun, dan selebihnya ekspor.

Sementara itu, Sekretaris I Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Timbas Prasad Ginting, juga mengatakan, pentingnya pemerintah mensterilkan produk impor berbahan CPO.

Hal ini dimaksudkan agar produsen bisa memproduksi lebih banyak produk turunan CPO. Seperti halnya minyak goreng, mentega, dan produk turunan lainnya yang sudah banyak beredar di dalam negeri.

Dari harga, produksi lokal jauh lebih murah. Begitu juga dengan kualitas yang lebih baik. Tetapi produsen sulit menambah produksinya karena kebutuhan konsumsi produk ini tidak terlalu banyak, katanya.

Ia juga menghimbau industri memanfaatkan BBN. Sebab selain efisiensi biaya produksi, BBN juga lebih ramah lingkungan, ungkapnya. (ms)

source: analisadaily.com

No comments:

Post a Comment

Cari di Google

Google
 
Web kabarsawit.blogspot.com